Find Us On Social Media :

Kisah Lin Zhao, Revolusioner Wanita Komunis yang Jadi Pembangkang, Gunakan Jepit Rambut sebagai Pena dengan Tinta dari Darahnya Sendiri untuk Tulis Prosa dan Puisi Anti-Partai Komunis China

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 25 Februari 2022 | 12:10 WIB

Gunakan darahnya sendiri sebagai tinta, untuk menulis prosa dan puisi anti-komunis, inilah Lin Zhao.

Intisari-Online.comLin Zhao (1932-1968), adalah seorang revolusioner komunis yang kemudian menjadi pembangkang.

Dia kemudian dieksekusi selama Revolusi Kebudayaan karena mengkritik Mao Zedong dan Partai Komunis China (PKC).

Lin Zhao lahir dengan nama Peng Lingzhao, merupakan anak tertua dari keluarga kaya di Suzhou, provinsi Jiangsu.

Ayah Peng adalah seorang hakim yang bekerja untuk Nasionalis, sementara ibunya, seorang bankir yang sukses, namun memberikan sumbangan rahasia kepada Komunis.

Sebagai seorang siswa yang cerdas dan pembaca yang rakus, Peng tertarik pada politik dan pada usia 16 tahun bergabung dengan PKC.

Dia kemudian menggunakan nama pena Lin Zhao, lalu  menulis artikel yang menyerang kebrutalan dan koruspsi di pemerintahan Nasionalis.

Pada akhir tahun 1948, Lin menentang orangtuanya dengan melarikan diri dari rumah dan bergabung dengan kamp pelatihan yang dikelola PKC, tempatnya belajar jurnalisme, propaganda, dan ideologis Maois.

Pada tahun 1950, Lin Zhao dikerahkan sebagai kader partai dan dikirim ke daerah pedesaan untuk melaksanakan reforma agraria Mao Zedong.

Baca Juga: ‘Saya adalah Anjing Ketua Mao’, Kisah Jiang Qing, Istri Ketiga dan Terakhir Mao Zedong, Lahir dari Seorang Pelacur yang Miskin, Jadi Pemimpin Revolusioner Wanita Paling Berpengaruh di China

 Baca Juga: Tidak Pernah Dijajah Bangsa Barat, Ternyata Thailand Ternyata Juga 'Diracuni' Ideologi Komunisme yang Sampai Buat AS Bantai Ribuan Warga Thailand Demi Kukuhkan Kekuasaannya

Tugasnya adalah mengorganisir dan mengawasi redistribusi tanah, reorganisasi kehidupan desa dan audiensi ‘Bicara Kepahitan’ melawan mantan tuan tanah.

Meskipun masih muda, Lin tidak mengungkapkan keraguan tentang kekerasan revolusioner, menyaksikan banyak eksekusi dan pernah memerintahkan seorang tuan tanah untuk bermalam di bak  air yang membeku.