Semua ini berawal dari rasa cemas Amangkurat I yang kemudian menimbulkan dendam.
Ia cemas akan kehilangan kekuasaan yang terus menghantuinya.
Keputusan menghabisi para ulama tidak datang tiba-tiba, Raja menyepi sendirian dulu di pendopo istana.
Pikirannya suntuk akibat memikirkan siasat untuk mempertahankan tahta, karena dua hari sebelumnya adiknya yang bernama Raden Mas Alit sudah melakukan kudeta.
Namun kudeta itu gagal dan Alit tewas terbunuh oleh pasukan Amangkurat I.
Kemudian setelah menemukan siasat, Amangkurat I memanggil empat orang pembesar keraton guna menghadap dirinya, dan kepada keempat pejabat kepercayaannya itu raja mengutarakan niatnya.
Keempat orang yang ia panggil adalah Pangeran Aria, Tumenggung Nataairnawa, Tumenggung Suranata, dan Ngabehi Wiranata.
Ia menyebutkan niatnya balas dendam agar bisa tereksekusi dengan baik.
Sejarawan H.J. de Graff mengatakan dalam De Regering van Sunan Mangku-Rat I Tegal-Wangi, vorst van Mataram, 1646-1677 (1961) jika Raja berpesan agar tidak ada seorang pun dari pemuka-pemuka agama dalam seluruh yurisdiksi Mataram lolos dari aksi kejam itu.
Akhirnya segala persiapan dilakukan untuk eksekusi itu, nama ulama dan keluarganya yang menjadi target operasi harus dicatat dan juga alamat-alamat mereka.