Find Us On Social Media :

Ibu Teresa Resmi jadi Santa: Sebuah Panggilan dalam Panggilan (1)

By K. Tatik Wardayati, Senin, 5 September 2016 | 18:10 WIB

Ibu Teresa Resmi jadi Santa: Sebuah Panggilan dalam Panggilan (1)

Sepertinya hidup Teresa sudah lengkap, ketika tanpa  keraguan ia mengucapkan kaul kekal, 14 Mei 1937. Sembilan belas tahun ia dengan setia hidup menuruti jadwal serta aturan yang ketat. Biarawati Loreto dilarang keluar kompleks kecuali dalam keadaan darurat, misalnya ke rumah sakit. Itu pun dengan kendaraan khusus dan mesti ditemani. Namun di luar tembok biara dan kompleks sekolah kehidupan berjalan terus. India mengalami pergolakan menuju kemerdekaan. Pertentangan antara golongan Hindu dan muslim (yang kemudian melahirkan dua negara: Pakistan dan India), pecah besar-besaran pada 16 Agustus 1946. Kerusuhan yang berlangsung 4  hari itu membuat Kalkutta banjir darah dan dikenang sebagai Hari Pembantaian Besar.

Akibat kekacauan di luar, seluruh kompleks biara Loreto sampai mengalami krisis pangan dan kepala sekolahnya terpaksa melanggar aturan biara. Ia keluar untuk mencari makan bagi 300 siswi yang berada di asramanya.

Tak lama setelah peristiwa itu, Sr. Teresa berangkat ke Darjeeling untuk latihan olah rohani rutin tahunan. Di perjalanan dengan kereta api itulah, pada tanggal 10 September 1946, Sr. Teresa mendapat ilham.

Dianggap sinting

Ia merasa mendapat perintah meninggalkan Loreto, untuk melayani kaum miskin papa di jalanan. Dalam Mother Teresa, My Life for the Poor (1985) dituturkan, bagaimana ia sempat bingung harus berbuat apa. Kehidupannya di biara sudah aman dan mapan. Pekerjaan pun menyenangkan. Secara nalar,mengapa cari perkara? Tetapi  panggilan yang disebutnya "panggilan dalam-panggilan" itu demikian kuat. Hanya karena keyakinannya, ia nekat mengajukan permohonan luar biasa untuk bekerja sebagai biarawati independen. Sudah tentu permohonan yang dipandang janggal. Uskup dan pimpinan gereja menunggu selama setahun sebelum memberikan izin.

Ketika akhirnya mendapat izin resmi; berulang-ulang Teresa mengatakan meninggalkan Loreto itu langkah tersulit dan pengorbanannya yang terbesar dalam hidupnya. “Lebih berat daripada meninggalkan keluarga,” ujarnya.

Seragam biarawati ala Eropa yang tebal, panjang, dan banyak lipatan diganti sari sederhana berwarna putih yang ringkat. Sesuai untuk bekerja di jalanan. Begitulah, 16 Agustus 1948 Teresa melangkahkan kaki ke luar dari  biara tanpa pengantar seorang pun.

Sebagai langkah pertama ia magang di sebuah rumah sakit di Patna, untuk belajar cara merawat orang sakit. Ketika merasa sudah cukup, Desember tahun itu juga Teresa kembali ke Kalkutta. Mula-mula ia menumpang di sebuah wisma orang tua. Dari sanalah ia mengawali karya yang bakal meraksasa dan mendunia.

Empat hari menjelang Natal, dengan membawa bekal sederhana untuk makan siang, ia berangkat dengan berjalan kaki ke Moti Jihl, daerah kumuh yang jauhnya sekitar 1 jam berjalan kaki. Di sana dikumpulkannya anak-anak, lalu mulai mengajar.

- bersambung -