Find Us On Social Media :

Ibu Teresa Resmi jadi Santa: Sebuah Panggilan dalam Panggilan (1)

By K. Tatik Wardayati, Senin, 5 September 2016 | 18:10 WIB

Ibu Teresa Resmi jadi Santa: Sebuah Panggilan dalam Panggilan (1)

Sehari-hari jadwal Drana terisi padat oleh tiga macam kegiatan  yang amat jelas pilahannya: rumah tangga, kegiatan sosila, dan doa. Sebagai wanita yang mengutamakan efisiensi, ia juga tak suka menyia-nyiakan apa pun; termasuk waktu.

Misalnya saja pernah suatu malam anak-anak larut mengobrol ngalor-ngidul. Tanpa komentar ia mematikan sekering utama. "Untuk apa buang-buang listrik hanya untuk pembicaraan macam itu," katanya kalem.

Drana punya kesadaran sosial yang amat tinggi. Apalagi Nikola tidak keberatan menyediakan dana yang cukup untuk itu. Anak-anak Bojaxhiu sudah terbiasa melihat di rumah ada orang asing, miskin, makan gratis. Bahkan orang sakit pun tak enggan ia bawa pulang untuk dirawat. Secara teratur ia juga mengunjungi fakir miskin untuk membagi makanan dan uang. Dari ketiga anaknya, Gonxhalah yang paling suka ikut dalam kegiatan-kegiatan ini.

Namun begitu malam tiba, Drana berdandan rapi untuk menyambut suami pulang. Begitu rapinya sampai anak-anaknya  geli. "Keluarga kami memang sangat bahagia," kenang Gonxha berpuluh tahun kemudian.

Sayang, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Ketika Gonxha baru berusia 9 tahun, ayahnya tewas dalam suatu insiden politik. Berlalulah satu tahap dalam kehidupan Gonxha cilik. Untunglah, itu tidak berarti hidup bangkrut. Setelah melewati masa shock berat dan kesedihan yang tak terperikan, Drana berhasil berwirausaha. Ia berdagang kerajinan tangan sulam, lalu berkembang ke pelbagai jenis kain, sampai permadani khas Skopje.

Di masa remajanya, semakin -tampak Gonxha tak suka membuang waktu. Kalau belajar, membantu teman belajar, atau kegiatan organisasi kepemudaan, tentu ia membaca. Dalam koor gereja, Gonxha dan Age terkenal punya suara merdu, sehingga tak jarang suara sopran bening Gonxha sebagai solis mengalun mengisi relung-relung gereja. Mereka juga aktif dalam kegiatan kepemudaan. Remaja Gonxha yang cantik pun semakin nampak bakat-bakatnya. Ia punya kemampuan organisasi yang kuat, hidupnya teratur, dan senang mengajar.

Ke Irlandia dulu

Untuk meraih cita-citanya, Gonxha mulai mencari informasi. Tidak sulit, berhubung banyak orang Yugoslavia yang menjadi  misionaris di India. Ia mendapat keterangan, di Benggala ada sebuah kongregasi (kelompok biarawan/wati) yang populer disebut kongregasi Loreto. Tetapi yang melayani wilayah Benggala adalah cabang Irlandia, sehingga Gonxha mengirim lamaran ke sana.

Di Zagreb, Gonxha bergabung dengan seorang gadis lain yang juga bertujuan sama. Kereta api melintasi Austria, menuju Paris. Di ibu kota mode dunia ini mereka diwawancarai oleh Superior Loreto cabang Paris dengan bantuan penerjemah dari Kedutaan Yugoslavia. Lalu, mereka dikirim ke Dublin, Irlandia, dan masuk novisiat (sekolah calon biarawati) untuk belajar bahasa Inggris. Setelah 6 minggu, akhirnya mereka diberangkatkan ke India; pertengahan November 1928.

Perjalanan laut selama 7 minggu ditempuh bersama tiga orang biarawati dari kongregasi lain. Mereka mengarungi Terusan Suez, L. Merah, dan menempuh Samudera Hindia luas sampai tiba di Teluk Benggala. Baru 6 Januari 1929, mereka menjejakkan kaki di Kalkuta. Tapi Gonxha dan rekannya masih harus menempuh 450 mil lagi arah utara, ke Darjeeling, kota sejuk di ketinggian 7.000 kaki, di kaki Pegunungan Himalaya. Di sanalah penggemblengan spiritual yang sebenarnya akan dimulai.

Ketika mengucapkan kaul pertamanya untuk kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan pada 24 Mei 1931, dipilihnya nama Teresa. Menyusul kaul pertama itu, Sr. Teresa ditempatkan sebagai guru di St. Mary’s Highschool, di bagian timur Kalkutta sebagai guru. Sekolah itu terletak di kompleks Loreto Entally yang amat luas, dengan dinding tebal mengitari dan pintu gerbang megah mengesankan. Berbekal bahasa Inggris yang kini telah ia kuasai benar. Sr. Teresa mengajarkan geografi dan sejarah.

Diakuinya, hidup sebagai biarawati sekaligus pengajar amat membahagiakan. Sebagai guru kariernya terus menanjak, sampai akhirnya mencapai jenjang kepala sekolah.