Penulis
Intisari-Online.com -Hubungan Israel-Indonesia pernah mencapai titik hangatnya di masa pemerintahan mendiang Presiden Abdurrahman Wahid, atau yang lebih akrab disapa Gus Dur.
MelansirKompas.comdari arsipHarian Kompasyang terbit 26 Oktober 1999, wacana ini muncul ketika Alwi Shihab mengungkapkan kemungkinan dibukanya hubungan dagang Indonesia dengan Israel.
Saat itu, Alwi Shihab akan menjabat sebagai menteri luar negeri.
Pernyataan Alwi ini sekaligus tindak lanjut pidato Gus Dur dalam seminar 'Indonesia Next' di Denpasar, Bali, sehari sebelumnya.
Ketika itu, Gus Dur mengatakan bahwa Indonesia dapat melakukan kerja samaekonomi dengan Israel tanpa membuka hubungan diplomatik.
Menurut Gus Dur, hubungan diplomatik Indonesia-Israel memang belum diperlukan.
Namun, hubungan dagang Indonesia-Israel tidak begitu saja dibuka.
Indonesia, menurut Alwi, meminta syarat yang mempertimbangkan kepentingan rakyat Palestina.
Pendekatan yang dilakukan oleh Gus Dur pada masa pemerintahannya 1999-2001, justru membuat negeri Yahudi itu berdecak kagum dan keheranan dengan langkah Presiden Indonesia itu.
Secara eklusif bahkan media berbasis IsraelHaaretz, melakukan wawancara dengan Gus Dur.
Haaretzmengenal Gus Dur sebagai sosok yang blak-blakan dan berani terhadap modernisasi Islam dan negara.
Sebagai orang muslim, Israel menggambarkan Gus Dur adalah sosok yang teguh dan mampu membedakan antara Islam dan negara.
Sehingga dia bisa melindungi keberagaman umat di Indonesia, seperti Kristen, Tionghoa, dan melakukan reformasi penting seperti pemisahan polisi dan komando militer.
Haaretzmenemui Gus Dur di kantornya markas Nahdlatul Ulama (NU) di Jakarta.
Dikatakan hubungan Israel dan Gus Dur telah terjalin, pasalnya ia telah enam kali mengunjungi Israel.
Antara lain, sebagai tamu Institute Elia untuk studi Agama-Agama di dunia, Peres Center for Peace, dan menjabat sebagai anggota dewan direksi, dan Pusat Dialog Strategis Perguruan Tinggi Akademik Netanya.
Haaretzmenggambarkan kehebatan Gus Dur dengan mengatakan,"Teman Israel di Dunia Islam".
Bertemu dengan Gus Dur,Haaretzmengemukakan beberapa hal, pertama : "Anda dikenal Israel sebagai teman. Ini sangat tidak biasa bagi pemimpin Islam."
Gus Dur pun menjawab,"Saya kira ada persepsi yang salah bahwa Islam tidak sependapat dengan Israel. Ini disebabkan oleh propaganda Arab."
"Kita harus membedakan antara Arab dan Islam. Beberapa orang di Indonesia mengklaim bahwa saya adalah antek untuk Barat, tetapi Fakta bahwa saya semakin populer sepanjang waktu menghilangkan gagasan ini, dan menunjukkan bahwa ini adalah pandangan hanya dari segelintir minoritas elit."
"Saya selalu mengatakan bahwa Cina dan Uni Soviet tidak bertuhan, memiliki ateisme sebagai bagian dari konstitusi mereka, tetapi kami memiliki hubungan jangka panjang dengan kedua negara ini. Jadi Israel memiliki reputasi sebagai bangsa yang menjunjung tinggi Tuhan dan agama maka tidak ada alasan kami harus melawan Israel."
Bahkan sebelum menjabat sebagai Presiden Indonesia Gus Dur telah berulang kali melakukan hubungan dengan Israel.
Sebagai seorang pemikir yang istimewa dan orisinal, keterlibatan pribadi Gus Dur dengan pemikiran Yahudi menyebabkan dia bereaksi kritis terhadap gagasan simplistik dan prasangka tentang Israel dan Yahudi yang dia temui dalam masyarakat Muslim.
(*)