Pada sejarah yang lebih baru, Kamboja telah bergantung pada sumber peralatan militer lain, terutama dari negara-negara Eropa Timur dan China.
Menurut pangkalan data SIPRI, China telah membuat lima pengiriman terpisah untuk amunisi dan peralatan militer ke Kamboja sejak pergantian abad.
Pengiriman terbesar adalah 12 Helikopter Panther AS365/AS565 tahun 2013, yang dibayarkan Kamboja melalui pinjaman sebesar USD 195 juta dari Beijing.
Sementara itu, hubungan antara AS dan Kamboja membeku sejak akhir perang sipil Kamboja tahun 1990-an, dan memburuk lebih jauh di sepanjang tahun 2010-an saat Phnom Penh mendekat ke China.
Pergerakan itu memenangkan hibah-hibah kaya dan bantuan yang memperbolehkan Phnom Penh mengurangi ketergantungannya dari bantuan AS.
Pada awal tahun 2017, pemerintahan Kamboja mengumumkan penundaan latihan militer gabungan rutin dengan AS dan malah memulai latihan dengan pasukan China.
Hubungan semakin memburuk setelah penggabungan paksaan partai oposisi Kamboja pada akhir 2017 yang semakin mendorong langkah Partai Rakyat Kamboja (CPP) yang menguasai pemerintahan untuk memenangkan semua kursi parlemen pada pemilu 2018.
AS masih mengupayakan menjangkau Kamboja dengan mengirimkan dubes baru, W Patrick Murphy, ke Phnom Penh pada pertengahan 2019, tapi upaya diplomatik tersebut tampaknya gagal.