Penulis
Intisari-Online.com – Karakter paling terkenal dalam sejarah Mesir Kuno sebenarnya adalah orang Makedonia.
Kerajaan Ptolemeus, dinasti yang didirikan setelah kematian Alexander Agung oleh jenderalnya Ptolemy I Soter, dimulai pada 305 SM, dan berlanjut sampai penaklukkan Roma atas Mesir pada tahun 30 SM, masa pemerintahan Cleopatra VII.
Ini adalah masa kecanggihan budaya yang besar,yang melahirkan para pemikir seperti Euclid dan Archimedes, dan Perpustakaan Besar di Alexandria, yang dimaksud untuk menampung salinan setiap buku di dunia.
Dinasti Ptolemeus juga dikenal sebagai penguasa yang terisolasi dan tidak kompeten, sehingga melahirkan periode ketidakstabilan politik, perang saudara, dan pemberontakan di Mesir.
Craigh Welch dari National Geographic melaporkan bahwa ada banyak hal yang berperan, tidak hanya sekadar kepemimpinan yang buruk.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa letusan gunung berapi di belahan dunia lain mungkin telah berdampak pada iklim Mesir, yang menyebabkan kerusuhan sosial.
Sekitar 5.100 tahun yang lalu, masyarakat Mesir Kuno bergantung pada hujan monsun musim panas di Ethiopia yang menyebabkan sungai Nil banjir, yang memungkinkan pertanian sempit di sepanjang tepiannya.
Menurut Welch, sejarawan Yale Joe Manning dan Francis Ludlow, sejarawan iklim di Trinity College di Dublin, meliat data inti es dari tanggal letusan yang dikumpulkan di Greenland dan Antartika.
Beberapa letusan tersebut ternyata berhubungan dengan pemberontakan di Mesir, yang biasanya terjadi satu atau dua tahun setelah letusan besar.
Penelitian tersebut muncul dalam jurnal Nature Communications.
Nicholas St. Fleur di New York Times, melaporkan bahwa para peneliti percaya letusan besar ini mungkin telah menekan hujan monsum tahunan, mencegah banjir Sungai Nil, yang menyebabkan panen buruk di Mesir.
Yang akhirnya dengan mudah bisa menyebabkan kerusuhan sipil.
Dan ini bukanlah peristiwa langka, karena gunung berapi sangat aktif selama era Ptolomeus, yang mungkin terjadi dua atau tiga letusan gunung berapi besar dalam satu dekade tertentu.
Sangat disayangkan karena mereka hidup dalam periode di mana Sungai Nil memiliki variabilitas ekstra karena letusan ini.
Gunung berapi saat itu menyuntikkan gas belerang ke stratosfer, yang bereaksi membentuk partikel aerosol yang memantulkan radiasi matahari ke luar angkasa, sehingga menghasilkan efek pendinginan di Bumi.
Tanpa panas tambahan dari matahari yang menyebabkan penguapan, curah hujan menjadi berkurang, dan jika itu terjadi terutama di belahan bumi utara, maka sedikit banyak dapat menghentikan angin muson yang mendorong hujan ke hulu Sungai Nil.
Dalam beberapa kasus penguasa dapat menjatah biji-bijian yang disimpan untuk warga yang kelaparan, jika letusan gunung berapi cukup kuat, maka berdampak pada pertanian selama beberapa tahun kemudian.
“Kami kira ada banyak ketakutan ketika orang Mesir melihat Sungai Nil tidak banjir tahun itu,” kata Manning kepada St. Fleur, melansir Smithsonianmag.
“Ada ketakutan tentang apa yang akan terjadi. 'Apakah kita akan kelaparan seperti terakhir kali ketika tidak ada banjir tiga tahun berturut-turut?'”
Untuk mendukung klaim mereka, para peneliti juga melihat catatan Nilometer Islam, alat pengukur di Kairo yang melacak banjir sungai dari 622 M hingga 1902 M.
Para peneliti membandingkan 60 letusan gunung berapi besar yang terjadi selama periode itu dengan banjir.
Dari data ditemukan bahwa selama tahun letusan tingkat banjir rata-rata sembilan inci lebih rendah dari rata-rata.
Dalam dua tahun letusan, delapan dari sepuluh pemberontakan terbesar di Mesir Ptolemeus terjadi, menurut data inti es studi tersebut.
Yang terbesar, pemberontakan Theban selama 20 tahun, dimulai pada 207 SM, dua tahun setelah letusan besar.
Selama masa pemerintahan Cleopatra VII, tahun-tahun terakhir Ptolemeus, penulis melaporkan bahwa ada dua letusan besar pada 46 SM dan 44 SM yang menyebabkan kegagalan pertanian, meskipun penimbunan gandum Cleopatra "dapat mencerminkan upaya penanggulangan jangka pendek."
Pada akhir pemerintahannya, tulis para penulis, Mesir menderita "kelaparan, wabah, inflasi, korupsi administratif, depopulasi pedesaan, migrasi dan pengabaian tanah."
Penakluk Romawi beruntung karena dua abad berikutnya hanya terjadi sedikit aktivitas vulkanik besar.
Sama pada abad terakhir kita, sebanding bila terjadi beberapa letusan gunung berapi yang mengganggu iklim.
Perlu diketahui, bahwa 70 persen populasi dunia hidup dari pertanian yang masih bergantung pada hujan monsum.
Maka peningkatan letusan gunung berapi dapat menyebabkan kekeringan dan kekacauan dalma periode sejarah kita sendiri.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari