Find Us On Social Media :

Hikayat Teror Terhadap Syi'i di Solo (Part 2)

By Wentina Magdalena, Kamis, 9 Desember 2021 | 10:35 WIB

Kawasan menuju rumah alm. Segaf Al Jufri dimana terjadi berturut-turut penyerangan Syi'i sejak 2018.

“Mereka (massa) tidak takut pada aparat. Jadi aparat mungkin punya keinginan untuk melindungi tapi belum maksimal," tutur Ninin.

Komunitas Syi’i cenderung tertutup. Butuh waktu 4 bulan bagi Ninin Karlina untuk bisa mendekati para penganut Syiah. "Mereka sangat tertutup," ujarnya.

Ninin menyadari soal Syiah ini sangat sensitif. Ia mengaku tak heran para Syi'i menyembunyikan identitas mereka.

Penyembunyian inipun dikenal dengan sebutan Taqiyah, melindungi identitas komunitas saat berada di bawah penganiayaan atau tekanan.

Sadar situasi cukup pelik, Ninin berusaha mencari jalur aman yakni dengan melakukan pendekatan keamanan terhadap perempuan dan anak.

“Kalau seperti kasus Syiah harus seperti itu! Kita memakai diksi lain, bahasa lain untuk membantu mereka ,”tuturnya. 

Ninin dan beberapa komunitas perempuan lainnya kala itu mendesak aparat  untuk mendeklarasikan usaha perlindungan bagi perempuan dan anak Syi’i.

“Jadi jangan bilang  perdamaian-perdamaian tapi kita nggak damai sama diri kita buat apa. Kalau bicara soal perdamaian harus pakai metode yang pas juga. Tidak mati konyol,” tutur ustadzah berusian 30-an itu.

Meski sudah menggunakan pendekatan berbeda, nampaknya usaha Ninin dinilai tak elok oleh sebagian orang. Beberapa orang malah menyudutkan Ninin dengan sebutan “Ustadzah liberal” dan memusuhi Ninin.

Tak ambil pusing, Ninin memilih untuk fokus pada misi perdamaian yang ia usung bersama Peace Generation.

“Saya lebih fokus kepada membangkitkan suara-suara humanis kepada mereka yang belum terkontaminasi,” ujar ibu satu anak itu.

Sebelum terlibat dalam gerakan mendukung kelompok minoritas, Ninin dulunya punya pemikiran radikal.

"Dulu saya sering menyerang dan berdebat tentang kitab-kitab suci yang tak sesuai dengan Al-Quran. Bahkan pernah menginjak salah satu kitab suci agama berbeda," kenangnya.

Terbiasa hidup dalam lingkungan homogen membuat Ninin terlahir dengan sikap eksklusif dan sulit menerima perbedaan.

"Jangankan beda agama, yang sesama Muslim saja aku bully," ujarnya.

Melalui pengalaman pribadinya ini Ninin belajar memahami agama yang berbeda dari berbagai sisi, termasuk dalam melihat Syiah.

Terlepas dari berbagai pandangan yang berbeda, Ninin percaya bahwa Allah adalah merupakan rahmat bagi seluruh alam.

"Islam itu Rahmatan Lil'Aalamin, rahmat bagi siapapun itu, entah manusia, hewan maupun tumbuhan," ujarnya.