Penulis
Intisari-online.com - Letusan Gunung Semeru, membuat para penduduk sekitar yang tinggal di kawasan itu harus menyelamatkan diri.
Gunung Semeru sendiri telah menjadi gunung tertinggi di Pulau Jawa, selain itu banyak kisah menyelimuti gunung ini.
Dalam cerita yang dikisahkan melalui Kitab Tantu Panggelaran, gunung ini adalah paku bumi yang dipindahkan oleh para dewa dari India.
Sementara itu, ada cerita kawasan kaki gunung Semeru juga dikenal sebagai tempat tinggalnya Suku Tengger, keturunan asli Majapahit yang masih tersisa.
Mereka konon mendiami wilayah kaki gunung Semeru dan Bromo.
Secara turun-temurun Suku Tengger hidup di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Mereka tersebar di empat kabupaten yaitu Malang, Probolinggo, Lumajang, dan Pasuruan, yang merupakan wilayan TNBTS.
Masyarakat Tengger memiliki ciri khas menggunakan dialek jawa kuno.
Namun ada legenda yang mengatakan Tengger ada di lereng Semeru, mereka adalah keturunan Rara Anteng dengan Jaka Seger.
Mereka juga disebut sebagai bangsawan Majapahit yang akhirnya menikah.
Sementara kisah Suku Tengger yang mendiami kaki Gunung Semeru ini bukan isapan jempol semata.
Dalam sejarah ada pahatan batu pualam 142,5 cm dengan panjang 102 cm dan lebar, 22 cm.
Batu pualam itu, dikenal dengan sebutan Prasasti Muncang, yang ditemukan di Dusun Blandit, Desa Wonorejo, Singosari, Malang, Jawa Timur.
Pada permukaan batu itu terpahat tulisan Jawa yang sangat halus.
Menceritakan kisah tentang suku Tengger, yang mendiami lereng gunung Bromo-Semeru.
Keberadaan Suku Tengger di kawasan itu setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit.
Sementara catatan Prasasti Muncang mengatakan Suku Tengger sudah ada sebelum Kerajaan Singasari, dan Majapahit.
Versi lain adalah mitologi keturunan Joko Seger dan Roro Anteng, yang melarikan diri dan menikah di lereng Bromo.
Mereka berharap memiliki keturunan dengan sumpah akan mengorbankan anak keturuannya jika doanya dikabulkan.
Akhirnya mereka dikaruniasi 25 anak, dan salah satu anaknya bernama Dewata Kusuma dijadikan persembahan pada dewa.
Masyarakat Tengger, memiliki tradisi yang dikenal dengan Yadnya Kasada.
Tradisi ini adalah mempersembahkan sesaji pada dewa di kawah gunung Bromo pada tanggal 15 bulan ke-12, berdasarkan kalender Tengger.
Ini merujuk pada pengorbanan Dewata Kusuma anak Rara Anteng dan Jaka Seger.