Penulis
Intisari-Online.com - Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389 M).
Masa kejayaan itu tidak luput dari peran Gajah Mada sebagai mahapatih yang berhasil menumpas semua pemberontakan dan bersumpah akan menyatukan wilayah nusantara.
Ketika Gajah Mada diangkat sebagai mahapatih di masa pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi, ia mengucapkan sumpah yang dikenal sebagai Sumpah Palapa.
Sumpah itu pun bukan hanya sekedar diucapkan saja, tetapi menjadi misi yang terus dijalankan Sang Mahapatih.
Sumpah Palapa berbunyi "Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, Samana isun amukti palapa."
Artinya, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikian saya (baru akan) melepaskan puasa."
Dari sumpah Gajah Mada dan masa kerajaan Majapahit pula dikenal istilah Nusantara, istilah yang kini sering digunakan untuk menyebut wilayah Indonesia.
Indonesia meliputi wilayah dari Sabang sampai Merauke, termasuk seluruh Pulau Jawa. Bagaimana dengan Nusantara yang dimaksud Gajah Mada?
Dikutip dari Perundang-undangan Madjapahit (1967), nama Nusantara lahir di masa Kerajaan Majapahit di sekitar abad ke-14.
Nusantara saat itu digunakan dalam konteks politik.
Secara politis, kawasan Nusantara terdiri dari gugusan atau rangkaian pulau yang terdapat di antara benua Asia dan Australia, bahkan termasuk Semenanjung Malaya.
Tetapi, sebagian Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur) justru waktu itu tak termasuk dalam istilah Nusantara yang dimaksud Gajah Mada.
Pasalnya, wilayah Nusantara merupakan wilayah yang ingin ditaklukan oleh kerajaan Majapahit.
Sedangkan kerajaan-kerajaan di tanah Jawa ketika itu, sudah berada langsung di bawah pemerintahan Majapahit.
Saat itu, ada tujuh kerajaan di Pulau Jawa yang memberlakukan aturan Majapahit, di antaranya Singasari, Daha, Kahuripan, Lasem, Matahun, Wengker, dan Pajang.
Oleh karena itu, Nusantara digunakan untuk menyebut daerah di luar Majapahit yang perlu ditaklukkan dan tidak termasuk Jawa Tengah-Jawa Timur.
Nusantara terdiri dari kata nusa yang artinya pulau, yakni pulau-pulau, dan antara yang berarti lain atau seberang.
Setelah Majapahit bubar, istilah Nusantara sempat terlupakan, lalu kembali digunakan di abad ke-20.
Tokoh pendidikan nasional pendiri Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara, adalah sosok yang mempopulerkannya kembali.
Kemudian, Nusantara pun digunakan sebagai alternatif dari Nederlandsch Oost-Indie atau Hindia Belanda.
(*)