Penulis
Intisari-online.com - Mumi Mesir kuno mungkin dianggap sebagai benda sakral yang dipercayabeberapa orang.
Namun, siapa sangka meski benda tersebut dianggap sakral dan memiliki nilai sejarah tinggi.
Mumi Mesir kuno justru menjadi benda yang dijual secara bebas di Eropa bahkan digunakan untuk hal tak terduga ini.
Pada abad ke-15, mumi dari Mesir dianggap sebagai barang berharga di Eropa, tetapi orang tidak membelinya untuk penelitian sejarah atau arkeologi.
Banyak orang Eropa pada waktu itu percaya bahwa mumi adalah obat dari kematian dan dapat menyembuhkan banyak penyakit berbahaya, bahkan membangkitkan kematian.
Kurangnya penelitian ilmiah menyebabkan kesalahpahaman bahwa mumi mengandung banyak "bitumen" zat yang dianggap sebagai "obat mujarab" bagi orang Eropa abad pertengahan.
Hari ini, "bitumen" dikenal dengan nama yang lebih akrab aspal.
Aspal sebenarnya adalah racun, penyebab kanker.
Namun, jumlah aspal yang diekstraksi secara alami dari mumi sangat kecil dan kelangkaannya membuatnya dipuji sebagai "obat mujarab" dengan semua fungsi.
Banyak orang juga memilih untuk menggiling mumi menjadi bubuk dan kemudian memakannya untuk menyembuhkan penyakit.
Padahal, praktek ini dapat menyebabkan mereka mati karena keracunan.
Dari abad ke-15 hingga ke-16, perdagangan mumi Mesir di Eropa sangat populer. Namun, mumi kuno tidak selalu tersedia.
Banyak pedagang Eropa memilih untuk membuat mumi Mesir palsu dari mayat pengemis yang baru saja meninggal untuk mendapatkan keuntungan.
Tidak hanya digunakan sebagai obat, mumi juga digunakan oleh orang Eropa dalam bidang seni.
Selama abad ke-16, "coklat khusus" yang terbuat dari bubuk mumi sangat populer di kalangan seniman.
Resep "coklat spesial" ini adalah bubuk mumi dan bubuk jamur.
Seniman percaya bahwa warna dari mumi akan membuat karya mereka lebih hidup dan "berkarakter".
Menurut Daily Mirror, satu mumi saja sudah cukup untuk menciptakan warna yang cukup bagi seorang seniman untuk melukis selama 20 tahun.
Pada abad ke-18, orang Eropa sepertinya terpesona dengan mumi Mesir. Pembukaan peti mati berisi mumi dianggap sebagai acara publik, menarik banyak peserta.
Peti mati berisi mumi akan dipesan oleh satu atau lebih keluarga kaya dan kemudian dibuka di rumah mereka sendiri.
Terlepas dari "bau yang kuat" dan risiko penyakit, "pesta mumi" ini sangat disambut oleh para kaum elit.
Membuka peti mati pada waktu itu seperti membuka sebotol sampanye yang mahal, yang bisa membuktikan kelas dan kekayaan keluarga Eropa.
Setelah orang kaya selesai melihat, mumi itu akan dijual kepada pedagang.
Mereka dapat mengatur "pertunjukan" untuk membuka peti mati berisi mumi dan menjual tiketnya ke publik.
Melihat mumi pada waktu itu dianggap sebagai "mode" oleh banyak orang Eropa.
Thomas Pettigrew, seorang dokter Inggris, telah menyelenggarakan lebih dari 40 "pertunjukan mumi" di seluruh Eropa dan mengumpulkan sejumlah besar uang.
Dia juga dijuluki "Thomas si mumi".
Pada tahun 1798, Napoleon membawa ekspedisi ke Mesir.
Keingintahuan orang Eropa tentang budaya Mesir, terutama mumi, semakin tinggi.
Istilah "Egyptomania" digunakan untuk merujuk pada demam mumi pada saat itu.
Menurut History, "orang akan menghina jika Anda kembali ke Eropa dari Mesir tanpa memiliki setidaknya satu mumi."
"Demam mumi" di Eropa berlangsung sampai ahli Mesir Kuno Jerman, Karl Richard Lepsius (1810 - 1884) menerbitkan banyak dokumen, buku yang mendokumentasikan studi tentang adat pemakaman, rahasia, piramida tersembunyi selama perjalanannya ke Mesir.
Berkat Karl Richard Lepsius, kutukan dari mumi Mesir menjadi dikenal luas dan orang Eropa mulai menghindarinya.
Pada tahun 1922, setelah penemuan makam raja Mesir Tutankhamun, banyak anggota ekspedisi yang dipimpin oleh arkeolog Inggris Howard Carter meninggal karena sebab yang tidak diketahui.
Sejak saat itu Mumi Mesirmembuat takut orang Eropa.