Penulis
Intisari-Online.com - Masjid Agung Dongguan di Xining, China, saat difoto pada tahun 2018 masih memiliki kubah dan menara berwarna hijau cerah.
Hal tersebut sekaligus memperlihatkan kekayaan budaya Islam di China.
Masjid ini telah ada selama hampir 700 tahun.
Masjid ini juga terkenal memiliki simbol Buddha di dalam dan di luar kubahnya.
Namun, melansir India Today, Minggu (31/10/2021), sekarang China sudah menghapus kubah dan menara dari hampir semua masjid yang ada di seluruh negeri.
Laporan menunjukkan bahwa pihak berwenang China merasa bahwa kubah adalah bukti dan pengingat pengaruh agama asing.
Oleh karena itu dilakukan penghapusan arsitektur Islam dari bangunan ini.
Ini memungkinkan terjadinya 'pergeseran' kelompok etnis Muslim historis untuk membantu mereka berubah menjadi ras tradisional Tionghoa.
Proses ini telah berlangsung sejak 2016.
Kampanye Xi Jinpingterjadi di tengah meningkatnya Islamofobia.
Dia sering berkomentar bahwa kelompok etnis di China harus menempatkan budaya China di atas perbedaan etnis.
Ini sudah mulai memberikan hasil.
Muslim Hui — yang berjumlah sekitar 10,5 juta, kurang dari 1% populasi China — telah menyesuaikan diri dengan menjadi Tionghoa secara budaya dan bahasa.
Mereka juga tahu praktik agama dengan membakar dupa pada upacara keagamaan, yang merupakan praktik keagamaan inti Tionghoa.
Mereka bahkan telah membuat versi Islam mereka dapat diakses oleh Konfusianisme dan Taois.
Tetapi para ahli menunjukkan ini saja tidak cukup.
Beijing memiliki pemahaman yang jauh lebih sempit tentang apa artinya menjadi "China."
Mereka harus berbicara bahasa China Mandarin, dan menolak semua pengaruh asing.
Masalah utama dengan kubah dan menara adalah bahwa mereka menyerupai pengaruh "Saudi dan Arab".
Di bagian lain China, upaya sinisasi telah memungkinkan negara untuk membenarkan penyitaan aset masjid, pemenjaraan imam dan penutupan lembaga keagamaan selama dua tahun terakhir.
(*)