Mengaku Saksikan Kekejaman Tentara Indonesia Saat Bantai Penduduk Timor Leste, Jurnalis Ini Beberkan Saat-Saat Mencekam Sembunyikan Rekaman Kotroversial Itu dari Indonesia

Afif Khoirul M

Penulis

Militer Timor Leste.

Intisari-online.com - Sejarah ini mungkin tak banyak diceritakan di Indonesia, namun banyak media Internasional melaporakn beberapa tindakan kejam Indonesia saat menginvasi Timor Leste.

Salah satunya adalah Jurnalis Max Stahl, yang merekam tentara Indonesia saat menembaki pengunjuk rasa Timor Leste tahun 1991.

Melansir ABC News, Ia dikabarkan meninggal pada 28 Oktober 2021, setelah lama sakit.

Lahir sebagai Christopher Wenner di Inggris pada tahun 1954, Stahl memenangkan banyak penghargaan untuk liputannya tentang perang dan konflik di seluruh dunia.

Baca Juga: Namanya Tak Sekondang Ramos Horta dan Xanana Gusmao, Inilah Pemimpin Pertama Timor Leste yang Konon Tewas Dibunuh Indonesia, Jasadnya Konon Tak Pernah Ditemukan Hingga Saat Ini

Tapi dia terkenal karena merekam pembantaian di pemakaman Santa Cruz Dili pada tahun 1991 di mana 270 orang terbunuh.

Rekamannya, diambil saat tentara Indonesia maju ke kerumunan besar pemrotes pro-demokrasi, membawa penderitaan penduduk Timor Leste ke dunia.

Mengetahui dia akan ditangkap, dia menyembunyikan film itu di bawah batu nisan dan kemudian diselundupkan keluar dari negara pendudukan Indonesia saat itu.

Stahl kembali ke Timor Leste pada tahun 1999 dan sekali lagi mendokumentasikan kekejaman yang dilakukan di Timor Leste.

Baca Juga: Pantas Timor Leste Ngotot Ingin Gabung Meski Terus Ditolak, Ternyata Ini Manfaat Jadi Anggota ASEAN, Buat 'Nambal' Tambang Minyaknya yang Mengering

Tepatnya sebelum dan sesudah mereka memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia dalam referendum yang diawasi oleh PBB yang diwarnai kekerasan.

Dia adalah salah satu dari segelintir jurnalis yang tetap tinggal di Timor Leste.

Setelah sebagian besar orang asing melarikan diri dari negara itu, mendapatkan rekaman kekerasan dan penghancuran yang meluas.

Untuk pekerjaan itu, Stahl menerima Penghargaan Rory Peck dari AS yang diberikan kepada operator kamera lepas yang mempertaruhkan nyawa mereka di zona konflik.

Jose Ramos-Horta, seorang peraih Nobel dan mantan presiden dan perdana menteri Timor Leste,memuji tindakn heroiknya.

"Hanya ada beberapa titik dalam sejarah Timor Leste di mana arah bangsa kita menuju kebebasan dan pembuatan film St. Pembantaian Cruz adalah salah satunya, " katanya.

Baca Juga: Dibalut Janji-janji Muluk dan Selangit, Timor Leste Terkecoh dengan Tawaran dari Mulut Berbusa Australia untuk Keruk Lagi Kekayaan Negara Itu Sampai Tak Bersisa

"Ini adalah pertama kalinya pesan kami menyebar ke dunia," katanya dalam sebuah posting media sosial.

Setelah melaporkan dari zona konflik di tempat-tempat seperti Chechnya dan Beirut pada 1980-an dan 1990-an.

Stahl yang berpendidikan Oxford menjadikan Timor Leste sebagai rumahnya, mempelajari bahasa lokal dan merekam sejarah penduduknya saat menjadi negara terbaru di dunia.

Dia mengatakan kepada teman-temannya bahwa dia "jatuh cinta" dengan negara dan rakyatnya.

Stahl menciptakan Max Stahl Timor-Leste Audiovisual Center di mana ia menyimpan 5.000 jam video yang telah diakui oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).

Ini termasuk rekaman yang dia ambil selama tiga dekade.

Baca Juga: Bukannya Untung Malah Buntung, ProyekRp255 Triliun Dipastikan Jadi AmpasSetelahChina Menolaknya, Impian Timor Leste Ini Dipastikan Kandas Cuma Gara-gara Faktor Ini

Ramos-Horta mengatakan Timor Leste menghormati Stahl "sebagai salah satu pahlawan sejati perjuangan kita" yang "membantu membentuk bangsa kita selamanya".

Stahl, ayah dari empat anak, meninggal pada hari Rabu (28/10/21) di Brisbane dikelilingi oleh istrinya, Dr Ingrid Bucens, dan keluarga setelah berjuang melawan kanker sejak 2012.

Artikel Terkait