Tidak hanya itu, pasukan sekutu juga menduduki tempat-tempat vital, seperti lapangan terbang, kantor radio Surabaya, gedung internatio, dan pusat kereta api.
Mereka juga menyebarkan pamflet yang isinya mengajak agar masyarakat menyerahkan senjata yang dimiliki.
Tentu saja, masyarakat Surabaya menolak, apalagi harus mengangkat tangan.
Kemarahan rakyat Surabaya yang anti-sekutu, membuat mereka menyerang pos pertahanan pada 28 Oktober 1945.
Dengan menggunakan radio, Bung Tomo mewakili pejuang Indonesia menyerukan aspirasi memberikan perlawatan terhadap sekutu.
Dengan berapi-api, Bung Tomo memberikan semangat kepada masyarakat untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Dengan demikian membuat para pemuda Surabaya bersemangat mengusir sekutu dan mempertahankan kedaulatan.
Karena semangat itulah, akhirnya rakyat Surabaya dapat merebut kembali tempat-tempat vital yang sebelumnya diduduki oleh pasukan sekutu.
Meski sempat ada perundingan antara Pemerintah Indonesia yang diwakili Presiden Soekarno, Moh. Hatta, dan Amir Syarifuddin dengan sekutu, tetapi pertempuran tetap saja terjadi.