Penulis
Intisari-Online.com - Korea Utara berada di ambang krisis pangan.
Hal itu menurut laporan terbaru oleh penyelidikPBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).
Menurut PPB, selain banjir besar yangmenenggelamkan ratusan hektar lahan pertanian, Korea Utara juga menghadapi krisis pangan.
Semua itu akan terjadi kecuali internasional turun tangan.
Tomas Ojea Quintana, seorang pengacara Argentina dan pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di negara Kim Jung-Un, merilis laporan yang mengkhawatirkan kepada Majelis Umum PBB pada hari Rabu.
Dilansir dari express.co.uk pada Kamis (14/10/2021), laporan Ojea Quintana mengatakan sektor pertanian saat ini menghadapi banyak tantangan.
Alasannya karena kekurangan pupuk, pestisida, bahan bakar untuk kendaraan. dan barang-barang pertanian lainnya.
Pada Januari 2020, untuk melindungi negara dari Covid-19, Korea Utara melakukan penutupan perbatasan skala penuh yang mencegah impor barang dari China.
PadahalKorea Utara bergantung padaChina untuk banyak makanan, pupuk, dan bahan bakar.
Pada akhirnya, barang-barang sehari-hari, hingga hari ini, tidak dapat masuk ke negara itu karena dianggap sebagai impor pasokan non-esensial.
Negara ini juga mengalami sanksi internasional yang berasal dari program nuklirnya, yang oleh penyelidik PBB mendesak masyarakat internasional untuk meninjau kembali urgensi krisis pangan.
Laporan tersebut menyimpulkan bahwa harga beras dan jagung telah meningkat secara dramatis sejak awal pandemi.
NK News mengungkapkan pada bulan Juni bahwa satu kilogram pisang berharga 45 Dollar AS.
Karena krisis, Tomás Ojea Quintana mengatakan keluarga tidak dapat lagi menghidupi diri mereka sendiri.
“Banyak pabrik dan tambang tutup karena kekurangan listrik, suku cadang mesin, dan bahan baku,” katanya.
“Jumlah tunawisma dan anak jalanan meningkat dan masalah sosial, seperti prostitusi, penggunaan narkoba, perdagangan narkoba dan perampokan dilaporkan meningkat karena kekurangan ekonomi.”
Penyelidik PBB meminta Dewan Keamanan untuk mempertimbangkan pencabutan sanksi yang berdampak negatif terhadap bantuan kemanusiaan dan hak asasi manusia, termasuk di bawah pandemi Covid-19.
Ojea Quintana diangkat pada tahun 2016, tetapi Korea Utara telah menolak untuk membiarkan dia mengunjungi negara itu sejauh ini.
Penyelidikannya termasuk serangkaian pertemuan online dengan para korban pelanggaran hak asasi manusia, anggota keluarga mereka, organisasi masyarakat sipil, badan-badan PBB dan negara-negara anggota PBB.
Pemimpin Korea Utara Kim Jung-Un telah menyebutkan situasi suram dan kesulitan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dihadapi negaranya dalam pidato yang menandai peringatan 76 tahun berdirinya Partai Buruh yang berkuasa.
Kim Jung-Un menegaskan tekad partai untuk melaksanakan rencana lima tahun untuk meningkatkan ekonomi nasional dan memecahkan masalah pangan, sandang dan perumahan rakyat.
Sebelum pandemi, lebih dari 40% warga Korea Utara sudah banyak yang menderita kekurangan gizi dan pertumbuhan terhambat menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB.