Penulis
Intisari-Online.com - Dunia tengah dibuat panik, terutama negara-negara di sekitar Australia.
Baru-baru ini, tiga negara yaitu Amerika Serikat (US), Australia, dan Inggris (UK) atau AUKUS terlibat kesepakatan terkait proyek kapal selam nuklir.
Negara-negara tersebut akan membangun kerja sama keamanan di Indo-Pasifik untuk mengimbangi pengaruh China yang terus meningkat di kawasan itu.
Di bawah kerja sama itulah disepakati akan diberikan teknologi dan kemampuan kapal selam bertenaga nuklir untuk Australia.
Kemitraan itu diumumkan secara virtual oleh Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison, Rabu (15/9/2021).
Ketiga pemimpin negara itu menekankan, Australia tidak akan memasang senjata nuklir, tetapi menggunakan sistem propulsi nuklir pada kapal selam untuk menghadapi ancaman pada masa datang.
Dengan begitu, Australia akan menjadi negara kedua setelah Inggris pada 1958 yang diberi akses ke teknologi nuklir AS untuk membangun kapal selam bertenaga nuklir.
Rencana itu pun telah ditanggapi oleh negara tetangga Australia, termasuk Indonesia dan Malaysia.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menyampaikan bahwa Indonesia mendorong Australia tetap memenuhi kewajibannya menjaga perdamaian, stabilitas, dan keamanan kawasan.
"Indonesia mendorong Australia untuk terus memenuhi kewajibannya untuk menjaga perdamaian, stabilitas, dan keamanan di Kawasan sesuai dengan Treaty of Amity and Cooperation," tertulis dalam pernyataan resmi Pemerintah, dikutip dari laman Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, Jumat (17/9/2021).
Selain itu, Indonesia juga menekankan mengenai pentingnya komitmen Australia untuk tetap memenuhi kewajibannya terkait nonproliferasi nuklir.
Indonesia juga mengungkapkan keprihatinan dengan terus berlanjutnya perlombaan senjata dan proyeksi kekuatan militer di Kawasan.
Senada dengan Indonesia, Malaysia menyampaikan keprihatinannya terhadap rencana itu, yang disebut dapat mengkatalisasi perlombaan senjata nuklir di Kawasan Indo-Pasifik.
"Ini akan memprovokasi kekuatan lain untuk juga bertindak lebih agresif di kawasan itu, terutama di Laut China Selatan," kata Kantor Perdana Menteri Malaysia dalam sebuah pernyataan.
"Sebagai negara di dalam ASEAN, Malaysia memegang prinsip menjaga ASEAN sebagai Zona Damai, Kebebasan, dan Netralitas (ZOFPAN)," dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan Pemerintah Malaysia.
Lebih lanjut Malaysia mendesak agar semua pihak menghindari provokasi dan persaingan di wilayah tersebut.
Dipandang bisa menjadi ancaman bagi negara-negara sekitar dengan memicu kekuatan lain untuk bertindak lebih agresif, Australia sendiri dulu pernah ikut terpancing ketika Indonesia mendatangakn peralatan militer canggih.
Australia sampai membuat keputusan untuk memesan pesawat pengebom merekspin kondisi tersebut.
Ketika itu, Indonesia dipasok oleh Moskow dengan peralatan militer canggih yang jauh lebih baik daripada milik Australia.
Itu terjadi saat Indonesia berada di bawah pemerintahan Presiden Soekarno.
Melansir The Strategist, Peralatan militer canggih yang didatangkan ke Indonesia termasuk 25 pembom Badger, 68 pesawat tempur MiG, kapal penjelajah Sverdlov, 15 kapal perusak dan 12 kapal selam kelas Whiskey.
Australia pun memesan pesawat pengebom tempur F-111 yang mampu mengebom misi ke Jakarta dan kembali tanpa mengisi bahan bakar dari lapangan terbang di Australia utara.
Mereka juga memesan kapal selam kelas Oberon dan kapal perusak rudal kelas Charles F. Adams.
Pantas Australia merasa terancam, Presiden Sukarno pada awal 1960-an menjalankan rezim yang bermusuhan dengan Barat, termasuk Australia.
Saat itu, Indonesia memiliki partai komunis terbesar ketiga di dunia setelah China dan Uni Soviet.
Tetapi, semua itu tiba-tiba berubah pada tahun 1965 ketika Sukarno digulingkan oleh Suharto, yang memperkenalkan pemerintahan militer pro-Barat.
Disebut, karena itu dari tahun 1965 hingga 1998 Australia tidak mengalami ancaman militer dari Indonesia.
Era tersebut kemudian diklaim oleh Politisi Australia, Paul Keating, sebagai satu-satunya keuntungan strategis terbesar yang pernah diberikan kepada Australia.
(*)