Penulis
Intisari-Online.com - Pernahkah Anda membayangkan Indonesia punya nuklir?
Terdengar luar biasa tapi sebenarnya Indonesia memiliki peluang mengembangkan senjata nuklir.
Bisakah Indonesia punya nuklir di bawahpemerintahan Presiden Joko Widodo?
Dilansir dari thediplomat.com pada Senin (20/9/2021), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan secara terbuka mengeluh bahwa negara-negara kuat seperti Amerika Serikat (AS) tidak menganggap Indonesia sebagai pemain internasional yang serius karena kurangnya senjata nuklir.
Hal itu disampaikan pensiunan jenderal militer bintang empat itu pada Februari 2020.
Oleh karenanya, pemerintah Indonesia baru-baru ini berminat dalamteknologi reaktor nuklir mutakhir untuk memanfaatkan sumber daya mineral yang melimpah di negara itu.
Pada Juni 2020, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengadakan pertemuan dengan Gubernur Kepulauan Banka Belitung dan diketahui membahas pendirian kantor regional menteri di sana.
Di lepas pantai timur Sumatera, pulau-pulau tersebut diperkirakan menyimpan 95 persen thorium Indonesia.
Thorium sendiri tidak dapat digunakan dalam reaktor neutron termal tradisional.
Tetapi setelah menyerap neutron akan berubah menjadi uranium-233, bahan bakar fisil yang sangat baik terutama untuk reaktor garam cair.
Pada Juli 2020, pertemuan antara Luhut dan Prabowo dilaporkan untuk diskusi mereka tentang penggunaan unsur timah.
Sensitivitasnya terletak pada thorium dan uranium yang dapat diekstraksi dari sumber yang tidak konvensional, terutama monasit, yang seringkali berada di dekat sumber daya mineral timah Indonesia yang melimpah.
Kemenham tampaknya tertarik untuk membangun reaktor garam cair thorium berukuran kecil – dengan kapasitas pembangkit listrik 50 megawatt – pada tahun 2025 untuk tujuan keamanan nasional tertentu seperti pembangkit listrik untuk kendaraan laut.
Propulsi nuklir akan membuat kapal tersebut mampu melakukan misi yang lebih lama tanpa perlu sering mengisi bahan bakar, dibandingkan dengan yang bertenaga diesel konvensional.
Tidak pasti apakah langkah-langkah konkret di luar retorika kepemimpinan sedang diambil.
Tapi ada pertanyaan tentang bagaimana kementerian-kementerian ini akan dapat memobilisasi keahlian nuklir dan kemampuan industri secara lokal.
Sudah lama ada skeptisisme tentang kelayakan teknologi reaktor garam cair thorium di kalangan ilmuwan nuklir di Badan Tenaga Nuklir Nasional atau BATAN.
Ilmuwan BATAN mengatakan reaktor garam cair thorium komersial dapat dioperasikan hanya setelah tahun 2040.
Meskipun keuntungannya adalah sistem yang sangat aman dan konstruksinya yang relatif mudah dan murah.
Walaudemikian, Kemham menandatangani perjanjian dengan perusahaan nuklir ThorCon International yang berbasis di AS pada Juli 2020 untuk berkolaborasi dalam penelitian dan pengembangan reaktor garam cair thorium kecil.
Awalnya, ThorCon telah membuat proposal ambisius pada Maret 2019 untuk menginvestasikan 1,2 miliar Dollar AS untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir terapung 500 megawatt yang lebih besar di Indonesia pada tahun 2027.
Untuk tujuan ini, ThorCon telah terlibat dengan perusahaan milik negara utama seperti pembuat kapal PT PAL Indonesia, penyedia listrik PT PLN, dan penambang timah PT Timah melalui serangkaian MOU dan keterlibatan tingkat tinggi.
Menghidupkan kembali ketertarikan Indonesia pada nuklir
BATAN dan komunitas riset nuklir yang lebih luas dan pemangku kepentingan industri di Indonesia dapat menemukan momentum kebijakan baru sebagai peluang untuk mempercepat pengenalan energi nuklir.
Upaya mereka untuk mempromosikan energi nuklir dalam beberapa dekade terakhir sebagian besar tidak berhasil.
Ini karena kekhawatiran yang meluas tentang risiko yang terkait dengan Cincin Api Pasifik (Ring of Fire), wilayah yang rawan gempa bumi dan letusan gunung berapi.
Kerugian biaya relatif dari energi nuklir konvensional juga merupakan faktor yang membuat frustrasi.
Alasannya karena Indonesia yang kaya sumber daya memiliki cara lain yang lebih murah dan lebih aman untuk menghasilkan energi terbarukan melalui investasi di bidang tenaga surya, angin, hidro, panas bumi, dan alternatif lainnya.
Saat ini, Indonesia memiliki tiga reaktor riset kecil, tanpa reaktor komersial pembangkit listrik.
Presiden pertama Indonesia, Soekarno pernah mempertimbangkan opsi senjata nuklir pada pertengahan 1960-an.
Namun setelah dilengserkan dari kekuasaan pada tahun 1967, pemerintah Indonesia menyetujui serangkaian perjanjian internasional, yang mengikat negara tersebut pada mandat non-proliferasi dan penggunaan teknologi nuklir secara damai.