Penulis
Intisari-Online.com -Hingga saat ini, empat varian virus corona yang masuk kategori paling dikhawatirkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah varian Alpha, Beta, Gamma, dan Delta.
Semua varian ini pertama kali terdeteksi di negara-negara di mana pengendalian penyebaran Covid-19 dianggap lemah, yakni Inggris, Afrika Selatan, Brasil, dan India.
Sejauh ini, empat varian virus corona dunia yang masuk kategori mengkhawatirkan atau variant of condern telah terdeteksi di Indonesia.
Bahkan, kini varian Delta telah mendominasi kasus positif Covid-19.
Varian Delta pertama terdeteksi dari sampel yang diambil pada Januari lalu di Jakarta dan Palembang.
Sifat varian Delta adalah mudah menular, sehingga membuatnya cepat menyebar ke 16 provinsi.
Para pakar memperingatkan bahwa masyarakat perlu terus waspada karena varian Delta mungkin dapat terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Dicky Budiman, pakar penyakit menular atau epidemolog dan dosen di Griffith University Australia, mengatakan virus akan mengalami kecacatan atau mutadi kecil setiap kali dia berpindah inang.
Alhasil, virus tersebut bisa melemah atau justru menguat.
Namun, Dicky mengatakan bahwa peluang virus untuk berubah menjadi ganas akan meningkat jika terus menyebar.
Kepada DW Indonesia, Dicky mengatakan, "Ketika penyebaran Covid-29 semakin tidak terkendali maka potensi mutasi akhirnya akan melahirkan varian baru yang merugikan masyarakat. Pada negara-negara yang menghasilkan varian mutasi baru ini, umumnya positivity rate-nya jauh di atas 10 persen. Artinya, sangat tidak terkendali."
Ia melanjutkan, "Menurut saya, di Indonesia sudah ada varian asli Indonesia yang tidak ditemukan di dunia. Kita perlu surveillance genome (pemantauan genom virus) yang memadai."
Dicky Budiman menuturkan bahwa ada tiga indikator yang dapat membuat varian baru tersebut masuk menjadi kategori varian yang mengkhawatirkan.
1. Seberapa cepat dia menular.
2. Apakah virusnya menyebabkan gejala parah bahkan mengakibatkan kematian.
3. Apakah dia menurunkan efikasi antibodi yang tercipta di badan setelah divaksin.
Dicky kemudian menjelaskan jika sebuah varian virus corona memengaruhi ketiga indikator tersebut namanya varian Super.
"Varian Delta yang pertama kali dideteksi di India mendekati varian itu (varian Super). Mendekati saja bisa sudah seperti ini (dampaknya terhadap dunia)," ungkapnya.
Dicky mengimbuhkan, "Varian di Indonesia memang belum masuk kategori varian Super, tetapi itu saja sudah membuktikan (penyebaran) di wilayah kita tidak terkendali. Otomatis bisa tercipta varian baru yang berbahaya dan mendekati super. Ini perkara waktu saja."
Data tanggal 18 Juli 2021 kemarin seolah semakin memastikan munculnya varian virus corona baru di Indonesia.
Selama 24 jam terakhir, pemerintah memeriksa 192.918 spesimen Covid-19 dari 138.046 orang, seperti melansir Kompas.com.
Rinciannya, sebanyak 125.966 spesimen diperiksa melalui tes polymerase chain reaction (PCR) dan 66.952 spesimen melalui tes rapid antigen.
Sementara itu, pemeriksaan melalui tes cepat molekuler (TCM) sedang dalam perbaikan (maintenance).
Dengan demikian, hingga Minggu (18/7/2021), secara kumulatif pemerintah telah memeriksa 23.122.041 spesimen Covid-19 dari 15.793.858 orang.
Dari 138.046 orang yang diperiksa, sebanyak 82.794 orang diperiksa menggunakan real time PCR dan 55.252 orang diambil sampelnya menggunakan tes antigen.
Hasilnya, sebanyak 44.721 orang diketahui positif Covid-19. Jumlah itu didapatkan dari 39.642 hasil swab PCR dan 5.079 dari antigen.
Dari data tersebut, maka positivity rate kasus positif Covid-19 harian adalah 32,40 persen.
Namun, jika tanpa menggunakan hasil positif dari tes antigen, yaitu hanya menghitung dari metode swab PCR, maka positivity rate menunjukkan angka lebih tinggi, yakni mencapai 47,88 persen.
Dari data 18 Juli tersebut menunjukkan positivity rate 47,88 persen, sementara seperti yang dijelaskan Dicky Budiman, negara-negara yang menghasilkan varian mutasi baru, umumnya positivity rate-nya jauh di atas 10 persen.