Penulis
Intisari-Online.com -Gelombang kedua Covid-19 memang benar-benar memberikan dampak buruk bagi hampir setiap negara di dunia.
Beberapa negara yang sebelumnya berhasil 'selamat' dari hantaman gelombang pertama pun kini mulai kelabakan menangani lonjakan kasus Covid-19.
Salah satu negara yang selama ini dianggap paling berhasil bikin Covid-19 bertekuk lutut di Asia Tenggara pun kini ketar-ketir.
Label sebagai negara dengan skor pengendalian Covid-19 tertinggi di Asia Tenggara ini kini tak berarti setelah fasilitas kesehatan mereka diambang kolaps.
Bahkan, negara ini pun sudah sampai memohon warganya untuk berdonasi demi bisa membeli vaksin Covid-19.
Padahal, di awal tahun ini, China pun tak sanggup mengalahkan posisinya sebagai negara dengan ekonomi terbaik di Asia sepanjang pandemi.
Bayangkan, China yang sudah mulai membolehkan warganya tak menggunakan masker saat negara lain compang-camping, dikalahkan oleh negara tersebut pada 2020.
Pertumbuhan ekonminya mencapai 2,9 persen pada tahun lalu, mengalahkan China yang hanya mampu mencapai 2,3 persen.
Bahkan untuk tahun 2021, negara ini sudah diprediksi akan mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5% oleh Bank Dunia.
Saat Bloomberg membandingkan tindakan dan sikap sejumlah engara terkait penanganan Covid-19, negara ini mampu melesat di posisi tertinggi dengan skor 74,3 poin.
Mengalahkan Singapura yang selama ini dianggap sebagai salah satu negara terbaik di Asia Tenggara saat pandemi melanda.
Jauh di atas Indonesia yang hanya mendapatkan skor sebesar 66,1 poin, yang berada tepat di bawah Thailand.
Memang, cara penanganan negara tersebut saat menghadapi gelombang pertama Covid-19 dipuja-puji oleh dunia.
Saking berhasilnya, banyak pengamat menilai negara-negara berkembang wajib untuk mencontoh kebijakan yang diambil negara tersebut.
Indonesia bahkan disebut-sebut para pakar sangat layak untuk mencontoh langkah-langkah yang diambil oleh negara itu.
Puja-puji tersebut tentunya tidak sembarang diberikan. Selama Covid-19 melanda seluruh dunia, hanya 35 orang warga negaranya yang meninggal akibat infeksi virus corona.
Padahal, negara tersebut justru berbatasan langsung dengn China, sumber dari virus corona.
Bandingkan dengan Indonesia yang tidak berbatasan langsung dengan China namun memiliki kasus kematian mencapai 41.054 orang dalam periode yang sama.
Bahkan, sejak September 2020 hingga Maret 2021, sudah tidak ada lagi kasus kematian akibat Covid-19.
Sebuah data di awal April juga menunjukkan bahwa di negara ini rata-rata hanya terjadi penambahan 14 kasus per hari.
Negara yang dimaksud, tidak lain adalah Vietnam. Sebuah negara otoriter dengan hanya satu partai, yaitu Partai Komunis. Seperti China.
Tapi semua label-label mentereng dan puja-puji dari berbagai negara kini bak mulai menguap seiring mulai terjadinya gelombang kedua.
Kota terbesar di Vietnam, Ho Chi Minh City, kini malah tengah bersiap untuk menghadapi situasi terburuk akibat terjangan wabah Covid-19.
Fasilitas kesehatan dari kota yang diberi nama sesuai dengan tokok revolusi dan negarawan Vietnam tersebut terancam kolaps.
"Ho Chi Minh City dan wilayah ekonomi utama di selatan mengalami epidemi yang sangat rumit," ujar Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chink, Kamis (15/7/2021), seperti dikutip dari Nikkei Asia.
Vietnam mengalami lonjakan kasus baru mencapai 3.379 kasus pada Kamis (15/7/2021).
Jumlah kasus pun kini melonjak mencapai 34.582 dengan angka kematian kini telah mencapai 100 orang.
Salah satu pemicu dari lonjakan kasus ini adalah lambatnya proses vaksinasi di Vietnam.
Dari sekitar 100 juta penduduknya, baru 4 persen yang telah mendapatkan minimal satu dosi vaksin Covid-19.
Sebuah angka yang menempatkan Vietnam di posisi terbawah dalam daftar progres vaksinasi di ASEAN.
Sampai-sampai, negara ini pun memilih untuk mengajak warganya berdonasi untuk membeli vaksin Covid-19.