Kisah dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, Pelopor Hari Kebangkitan Nasional

Mentari DP

Penulis

dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, pelopor Hari Kebangkitan Nasional.

Intisari-Online.com - Hari Kebangkitan Nasional begitu penting bagi bangsa Indonesia.

Dan ada alasan tersendiri mengapaHari Kebangkitan Nasional ditetapkanpada tanggal 20 Mei.

Itu karena bersamaan dengan berdirinya organisasi Budi Utomo.

Baca Juga: Ini Peran Douwes Dekker, Salah Satu Pelopor Hari Kebangkitan Nasional

Berdirinya organisasi Budi Utomo pun tidak terlepas dariSTOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen).

STOVIAadalah sekolah untuk pendidikan dokter pribumi di Batavia pada zaman kolonial Hindia Belanda.

Saat ini, sekolah ini telah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tidak heran peloporHari Kebangkitan Nasional pun kebanyakan seorang dokter.

Salah satunya dr.Tjipto Mangoenkoesoemo (Cipto Mangunkusumo).

Cipto merupakan pemikir tajam, jujur, dan terampil.

Baca Juga: Catat, Inilah 3 Makna Hari Kebangkitan Nasional di Zaman Sekarang

Ia pun berperan aktif menyebarluaskan pemikiran cerdasnya untuk membangkitkan semangat perlawanan supaya rakyat tidak mudah ditindas.

dr. Tjipto Mangoenkoesoemo juga merupakan tokoh dari “Tiga Serangkai” bersama Ernest Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara.

Juga Tokoh

dr.Tjipto Mangoenkoesoemo lahir di Pecangan, Jepara tahun 1886.

Ia adalah tokoh dalam Indische Partij, suatu organisasi politik yang pertama kali mencetuskan ide pemerintahan sendiri di tangan penduduk setempat, bukan olehBelanda.

Pada tahun1913,ia dan kedua rekannya diasingkan oleh pemerintah kolonial ke Belanda akibat tulisan dan aktivitas politiknya, dan baru kembali1917.

Dokter Cipto menikah dengan seorangIndopengusahabatik, sesama anggota organisasi Insulinde, bernama Marie Vogel pada tahun 1920.

Berbeda dengan kedua rekannya dalam "Tiga Serangkai" yang kemudian mengambil jalur pendidikan, Cipto tetap berjalan di jalur politik dengan menjadi anggota Volksraad.

Karena sikap radikalnya, pada tahun 1927 ia dibuang oleh pemerintah penjajahan keBanda.

Ketika menempuh pendidikan di STOVIA, Cipto mulai memperlihatkan sikap yang berbeda dari teman-temannya.

Teman-teman dan guru-gurunya menilai Cipto sebagai pribadi yang jujur, berpikiran tajam dan rajin.

Baca Juga: Catat, Ini 2 Momen Penting yang Menandai Hari Kebangkitan Nasional

“Een begaafd leerling”, atau murid yang berbakat adalah julukan yang diberikan oleh gurunya kepada Cipto.

Di STOVIA, Cipto juga mengalami perpecahan antara dirinya dan lingkungan sekolahnya.

Berbeda dengan teman-temannya yang suka pesta dan bermain, Cipto lebih suka menghadiri ceramah-ceramah, baca buku dan bermain catur.

Penampilannya pada acara khusus, tergolong eksentrik, ia senantiasa memakai surjan dengan bahan lurik dan merokok kemenyan.

Baginya, STOVIA adalah tempat untuk menemukan dirinya, dalam hal kebebasan berpikir, lepas dari tradisi keluarga yang kuat, dan berkenalan dengan lingkungan baru yang diskriminatif.

Cipto wafat pada tahun 1943 dan dimakamkan di TMP Ambarawa.

Pada tanggal 19 Desember 2016, atas jasa jasanya, Pemerintah Republik Indonesia, mengabadikan beliau di pecahan uang logam rupiah baru, pecahan Rp200,-.

Baca Juga: Inilah Tokoh Hari Kebangkitan Nasional, Dr. Sutomo yang Juga Pendiri Organisasi Budi Utomo

Artikel Terkait