Penulis
Intisari-online.com -Administrasi Biden telah menyebut dengan tegas tidak mengenali kedaulatan Israel atas dataran tinggi Golan.
Pernyataan tersebut disebut sebagai kemunduran politik yang dilihat sebagai "ledakan signifikan" oleh Israel.
Mengutip Middle East Monitor, wilayah yang berada di barat daya Suriah itu dicaplok lewat perang Israel tahun 1967.
Namun kedaulatan Israel atas wilayah itu tidak pernah diakui oleh komunitas internasional.
Pasalnya, aneksasi dan perebutan wilayah dilarang di bawah hukum internasional.
Keadaan sedikit berbeda ketika AS dipimpin oleh mantan Presiden AS Donald Trump, yang dilihat banyak pihak sebagai pemimpin AS pro-Israel sepanjang sejarah.
Ia mengakui kedaulatan negara Zionis tersebut atas dataran tinggi Golan tahun 2019.
Terlalu bahagia atas keputusan itu, Israel sampai menamai wilayah yang mereka caplok sebagai 'Dataran Tinggi Trump', guna menghormati Trump.
Pengakuan Trump atas kedaulatan Israel di dataran tinggi Golan merupakan tambahan dari serangkaian langkah yang pemerintahannya ambil guna melanggar konsensus internasional.
Selain itu ada pula pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Ia juga memberikan lampu hijau bagi Benjamin Netanyahu mantan Perdana Menteri Israel untuk memperluas kependudukannya, yang ilegal di bawah hukum internasional.
Sampai sekarang pemerintahan Biden menghindari berbicara langsung terkait posisi mereka atas status dataran tinggi Golan.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menanyakan hal itu pada Februari lalu, tapi saat itu ia tidak menyatakan Deplu lanjut dengan keputusan pemerintah sebelumnya.
Saat itu, ia hanya menyebut dataran tinggi Golan "tetap menjadi kepentingan nyata bagi keamanan Israel" tapi status formalnya tidak jelas.
Baru-baru ini Washington Free Beacon menekan administrasi Biden atas masalah ini.
Merespon hal tersebut, pejabat Deplu mengatakan wilayah itu bukan milik siapa-siapa dan penguasaannya dapat berubah tergantung dinamika wilayah.
"Menlu sudah jelas bahwa, dalam urusan praktis, Golan penting bagi keamanan Israel," ujar Menteri Luar Negeri kepada Free Beacon.
"Selama Bashar Al-Assad berada di Suriah, selama Iran ada di Suriah, kelompok militan didukung oleh Iran, dan rezim Assad itu sendiri, semua ini menjadi ancaman bagi keamanan Israel, dan sebagai urusan praktis, kontrol Golan tetap menjadi penting bagi keamanan Israel."
Pernyataan di atas dilihat sebagai cara samar mengakui kedaulatan Israel atas wilayah tersebut.
Mengakui kekuasaan Israel sebagai 'masalah praktis' dikatakan tidak jauh dari kebijakan formal yang digadang oleh pemerintahan Trump.
Komentar-komentar itu justru memicu reaksi yang menyebut ini sebagai kemunduran.
Mantan Menlu AS Mike Pompeo yang merupakan pusat perubahan kebijakan atas dataran tinggi Golan, menuduh pemerintah saat ini menghancurkan keamanan Israel.
Perlu diketahui, Pompeo beragama Kristen Protestan, dan dalam keyakinannya adalah Tuhan menjanjikan tanah itu kepada para Yahudi.
Serta, mengumpulkan Yahudi di Israel disebut sebagai ramalan dalam nubuatan pengangkatan atau ketika diangkatnya orang Kristen ke kerajaan Tuhan.
Sementara itu dukungan juga datang dari partai Republik yang berupaya meloloskan undang-undang mengakui kedaulatan Israel atas dataran tinggi Golan.
Namun baru-baru ini tepatnya pada 25 Juni kemarin, Deplu AS menyangkal laporan media yang mengklaim administrasi Biden berupaya tidak mengakui klaim Israel atas dataran tinggi Golan.
Dikutip dari Middle East Eye, pejabat Deplu mengatakan Jumat lalu: "Kebijkaan kami di Golan tidak berubah."
Sementara itu Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid mengabaikan laporan itu sebagai cara "merusak pemerintahan baru".
"Siapapun yang menyebarkan rumor mengenai AS mundur dari mengakui Golan berniat merusak keamanan, kedaulatan dan siap sebabkan kerusakan nyata di Negara Israel dan hubungannya dengan AS, hanya untuk merusak pemerintahan baru," ujar Lapid dikutip dari Middle East Eye.
Dataran tinggi Golan diakui resmi sebagai bagian dari Suriah ketika mereka merdeka di tahun 1944, bertahun-tahun sebelum Israel dibuat.
Golan penting karena terhubung dengan Lebanon, wilayah kaya yang dicengkeram Israel selama perang 1967 dan perlahan-lahan dicaplok.