Penulis
Intisari-online.com - Malaysia semakin menunjukkan keteguhannya untuk melawan China di Laut China Selatan.
Menurut Asia Times, untuk menghadapi China yang gencar melakukan tindakan di Laut China Selatan, Malaysia sudah merencanakan berbagai cara.
Malaysia sudah meninggalkan diplomasi secara diam-diam, selama beberapa dekade dengan China.
Kemudian secara terbuka mengkritik secara langsung dan menantang gerakan ekspansionis Beijing di Laut China Selatan.
Minggu ini, Malaysia menyerang infiltrasi China dengan jet tempur untuk mengusir pesawat militer China yang memasuki areanya.
Menurut angkatan udara Malaysia, China telah mengerahkan pesawat angkut militer ke wilayah tersebut.
Di antaranya ada Xian Y-20 dan ilyushin IL-76, Skuadron ini bergerak dalam formasi lingkaran taktis di ketinggian 7.014 hingga 8.229m.
"Insiden ini merupakan ancaman serius bagi keamanan nasional dan keselamatan penerbangan," kata Angkatan Udara Malaysia.
Mendapat sinyal dari angkatan bersenjata, Kementerian Luar Negeri Malaysia segera memanggil Duta Besar China untuk negara itu.
Meminta untuk menjelaskan, intruksi 16 pesawat tempur angkatan udara China ke wilayah udara negara itu.
Menteri Luar Negeri Malaysia Hishammuddin Hussein mengajukan protes diplomatik dan menuntut penjelasan dari China atas apa yang dikatakannya sebagai "pelanggaran kedaulatan dan wilayah udara Malaysia".
Hishammuddin mengatakan, "Posisi Malaysia sangat jelas, ketika kita memiliki hubungan diplomatik yang bersahabat dengan negara mana pun, itu tidak berarti kita akan menyerah pada masalah keamanan nasional kita."
Hal itu menunjukkan bahwa tidak akan ada kelembutan negara ini dalam sengketa Laut China Selatan.
China bersikeras bahwa latihan angkatan udaranya adalah kegiatan rutin, secara ketat sesuai dengan hukum internasional, dan tidak mempengaruhi kedaulatan negara tetangga.
Terkejut dengan reaksi Malaysia, Kementerian Luar Negeri China dengan cepat menekankan kerja sama dan menegaskan bahwa "China dan Malaysia adalah dua tetangga yang bersahabat, dan China bersedia melanjutkan konsultasi persahabatan bilateral."
Dengan mengatakan, Malaysia untuk bersama-sama menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan itu".
Partai oposisi Malaysia Pakatan Harapan mengambil sikap keras terhadap "investasi predator" China serta aktivitas agresif di Laut China Selatan selama pemerintahannya dari pertengahan 2018 hingga awal 2020.
Partai Pakatan Harapan telah mendesak pemerintah untuk mengadopsi rencana yang jelas, dalam menanggapi insiden yang menimbulkan kekhawatiran tentang niat Beijing di wilayah yang disengketakan.
Di bawah Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, partai Pakatan Harapan telah benar-benar mengubah hubungan damai historisnya dengan pemerintah Beijing.
Partai tersebut menuduh Beijing mempraktikkan "kolonialisme baru" dan membatalkan beberapa proyek infrastruktur besar China karena skandal korupsi.
Partai Pakatan Harapan juga mengambil sikap keras di Laut China Selatan dengan secara terbuka menyebut klaim 'sembilan garis putus-putus' China tidak masuk akal dan bahkan mengancam akan menuntut China di arbitrase internasional.
Di tengah konfrontasi berbahaya antara kapal pengeboran eksplorasi minyak dan gas Malaysia dan kapal survei China pada tahun 2020.
Menteri Luar Negeri Hishammuddin Hussein mengeluarkan pernyataan yang mengingatkan China bahwa, "Malaysia tetap teguh, lindungi kepentingan dan haknya di Laut Timur".
Secara keseluruhan, Malaysia kemungkinan akan menghindari aliansi militer terbuka dengan AS.
Tetapi sikap kerasnya di Laut China Selatan menunjukkan bahwa pihaknya lebih terbuka untuk kerja sama pertahanan dengan pemerintahan Biden untuk mengekang ambisi China.