Penulis
Intisari-Online.com -Secara resmi, negara-negara Arab memiliki populasi umat Islam yang besar.
Tapi bervariasi dari sekitar 60% di Lebanon hingga hampir 100% di Yordania atau Arab Saudi.
Ini karena lembaga keagamaan negara juga berfungsi sebagai badan pemerintah.
Baca Juga: Titanoboa, Ular Purba Seberat 1 Ton yang Bisa Telan Buaya Utuh-utuh
Sehingga pemerintah memainkan peran penting dalam kehidupan beragama.
Di mana mereka sering mengontrol doa, media, atau kurikulum sekolah.
Namun, kini beberapa survei yang dilakukan dan sangat komprehensif di Timur Tengah dan Iran, menghasilkanhasil yang mengejutkan.
Lebanon kehilangan agamanya
Dilansir dari dw.com pada Senin (31/5/2021), ini merupakan kesimpulandari 25.000 wawancara di Lebanon oleh Barometer Arab, salah satu lembaga survei terbesar di kawasan itu.
Kesimpulannya adalah kesalehan pribadi telah menurun sekitar 43% selama dekade terakhir.
Ini menunjukkan lebih sedikit dari seperempat populasi sekarang mendefinisikan diri mereka sebagai seseorang yang religius.
Baca Juga: Krisis Covid-19 di India Bikin Ribuan Anak-anak Menjadi Yatim Piatu
Seorang wanita Lebanon memberi tahu DW tentang pengalamannya tumbuh dalam rumah tangga yang konservatif.
"Saya berasal dari keluarga yang sangat religius, orangtua saya memaksa saya untuk mengenakan cadar ketika saya baru berusia 12 tahun," kata wanita berusia 27 tahun itu.
"Mereka terus-menerus mengancam saya bahwa jika saya melepaskan cadar saya, saya akan terbakar di neraka."
Hanya beberapa tahun kemudian, di universitas, dia bertemu dengan sekelompok teman yang ateis.
"Saya secara bertahap menjadi yakin dengan keyakinan mereka."
"Jadi suatu hari sebelum masuk universitas, saya memutuskan untuk melepas cadar saya dan meninggalkan rumah," katanya.
"Bagian tersulit adalah menghadapi keluargaku, jauh di lubuk hatiku, aku malu karena telah merendahkan orangtuaku."
Namun, di Lebanon, hampir tidak mungkin untuk tidak memiliki agama.
Ini karena catatan sipil menyertakan identitas sektarian dari setiap warga negara Lebanon.
Di antara 18 opsi, ateis atau "non-religius" tidak terdaftar.
Orang Iran mencari perubahan agama
Sebuah survei baru-baru ini terhadap 40.000 orang yang diwawancarai oleh Group for Analysing and Measuring Attitudes in Iran (GAMAAN), yang meneliti sikap orang Iran terhadap agama, menemukan bahwa tidak kurang dari 47% orang melaporkan telah beralih dari beragama ke non-agama.
Pooyan Tamimi Arab, asisten profesor Studi Agama di Universitas Utrecht dan rekan penulis survei, melihat transisi ini, serta pencarian perubahan agama, sebagai konsekuensi logis dari sekularisasi Iran.
"Masyarakat Iran telah mengalami transformasi besar, seperti tingkat melek huruf telah meningkat secara spektakuler."
"Negara tersebut telah mengalami urbanisasi besar-besaran, perubahan ekonomi telah mempengaruhi struktur keluarga tradisional, tingkat penetrasi internet tumbuh menjadi sebanding dengan Uni Eropa dan tingkat kesuburan menurun," kata Tamimi Arab.
Dibandingkan dengan 99,5% angka sensus Syiah Iran, GAMAAN menemukan bahwa 78% peserta percaya pada Tuhan.
Tetapi hanya 32% yang mengidentifikasi diri mereka sebagai Muslim Syiah.
Angka-angka menunjukkan bahwa 9% diidentifikasi sebagai ateis, 8% sebagai Zoroastrian, 7% sebagai spiritual, 6% sebagai agnostik, dan 5% sebagai Muslim Sunni.
Sementara sekitar 22% diidentifikasi dengan tidak satu pun dari agama-agama ini.
"Kami melihat peningkatan sekularisasi dan keragaman agama dan keyakinan," kata Tamimi Arab.
Akan tetapi, dari sudut pandangnya, faktor yang paling menentukan adalah keterikatan negara dan agama, yang menyebabkan penduduk membenci agama institusional bahkan ketika mayoritas masih percaya kepada Tuhan.
Seorang wanita di Kuwait juga secara tegas membedakan antara Islam sebagai agama dan Islam sebagai sebuah sistem.
"Saat remaja, saya tidak menemukan bukti peraturan pemerintah yang diklaim dalam Alquran."
MenurutnyaMenolak tunduk pada Islam sebagai sistem tidak berarti menolak Islam sebagai agama.
Tapi tidak mudah untuk melakukannya. Karena dibeberapa negara ada hukuman bagi mereka yang meninggalkan agama.
Contoh Arab Saudi menyebut mereka yang memiliki pemikiran ateis bisa disebutterorisme.
Sebagai contoh, aktivis Saudi Raif Badawi, yang dihukum karena murtad, atau menghina Islam.
Badawi dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan 1.000 cambukan karena mempertanyakan mengapa orang Arab Saudi wajib memeluk Islam.