Inilah Pakaian Adat Timor Leste, Biasanya Dibuat dari Tekstil Rumahan

K. Tatik Wardayati

Penulis

Intisari-Online.com – Inilah pakaian adat Timor Leste yang biasanya dibuat dari tekstil rumahan.

Pakaian adat Timor Leste sebagian besar terdiri dari pakaian tradisional negara yang terbuat dari tekstil rumahan.

Tekstil tradisional Timor Leste dikenal dengan nama ‘Tais’.

Tais dibuat dalam dua gaya yang disebut mane dan feto.

Baca Juga: Masih Terbilang Negara Miskin, Kelainan Kebutaan di Timor Leste Ternyata Tunjukkan Angka yang Memprihatinkan

Mane Tais adalah pakaian khas Timor Leste yang dikenakan mengikuti gaya sarung yang melingkari pinggang seseorang.

Sementara Feto Tais adalah salah satu gaya pakaian Timor Leste yang dijahit menjadi tabung panjang dan para wanita melangkah ke dalamnya dan memakainya seperti gaun.

Sejarah kedua potong pakaian Timor Leste ini berawal dari zaman dahulu kala ketika ditukar dengan stok hidup serta ornamen emas dan perak.

Makna khusus dari Tais tetap pada kenyataan bahwa beberapa jenis simbol dan desain dilukis di atasnya.

Baca Juga: Padahal Ekspor Utamanya Adalah Minyak Mentah, Tapi Mengapa Timor Leste Tetap Jadi Negara Termiskin di Dunia?

Sejarah Timor Lorosa’e tercermin dalam desain dan pentingnya budaya ini dari berbagai tempat juga muncul melalui itu.

Tais terbuat dari kapas tenunan tangan dan kemudian berbagai jenis teknik pewarnaan diterapkan di atasnya.

Sebagian besar wanita Timor Leste melibatkan diri mereka dalam pembuatan Tais.

Terkadang selembar kain bisa memakan waktu lebih dari satu tahun untuk menyelesaikannya.

Pakaian adat Timor Leste juga memiliki hubungan dengan zaman Portugis dan merekalah orang pertama yang membuang bentuk pakaian tradisional dan membawa gaya modern ke pasar pakaian Timor Leste.

Ketika Portugis mendarat di Oecussi, mereka membawa serta gaya pakaian mereka sendiri dan mengganti pakaian asli penduduk Timor Leste asli.

Hiasan kepala tradisional Manu Fulun terbuat dari bulu ayam jantan biasanya dikenakan oleh para pria di Timor Leste.

Manu Fulun dipakai pada acara-acara penting, untuk menerima tamu atau saat melakukan upacara adat.

Baca Juga: Inilah Lagu Kebangsaan Timor Leste yang Patriotik Komposisi Musiknya

Pembuatan Tais

Sebagian besar menggunakan benang katun, kain Tais dibuat selama musim kemarau dan hampir seluruhnya menggunakan tangan.

Pemakaian kapas merupakan warisan dari zaman penjajahan Portugis, ketika Timor merupakan pelabuhan penting untuk perdagangan material.

Serat sintetis seperti rayon, akrilik dan poliester lebih umum digunakan karena diimpor dengan lebih murah ke Timor Lorosa’e.

Pewarna digunakan untuk menciptakan warna-warna cerah pada kain Tais, yang dicampur dari tumbuhan seperti taun, kinur, dan teka.

Pewarna lain berasal dari kulit mangga, daun kentang, bungan kaktus, dan kunyit.

Orang yang ahli dalam mencampur pewarna terkadang membandingkan dengan alkemis, menggunakan resep tradisional untuk menciptakan warna yang diinginkan.

Meskipun warna berbeda dari desa ke desa, namun merah paling sering digunakan, karena dikaitkan dengan umur panjang dan keberanian, selain sebagai pangkal bendera Timor Leste.

Ketika PBB menjadi kekuatan administradi di Timor Lorosa’e dari tahun 1999-2002, pasar Tais meningkatkan produksi kain biru agar sesuai dengan bendera merek dagang organisasi tersebut.

Baca Juga: Sejarah Timor Leste Menuju kemerdekaan, PBB Bentuk Militer dari 17 Negara guna Stabilisasi

Salah satu alat yang paling umum digunakan untuk menenun Tais adalah alat tenun tali belakang.

Tekanan dari tali pengikat dan waktu yang dibutuhkan untuk desain rumit pada banyak kain Tais menghasilkan rasa sakit yang signifikan bagi para wanita.

Selama gelombang kekerasan 1999 yang dikenal di Timor Timur sebagai "September Hitam", banyak penenun tais melihat perkakas dan perlengkapan mereka dicuri atau dihancurkan.

Beberapa tahun terakhir juga terjadi penurunan jumlah wanita muda yang mempelajari metode tradisional menenun tais.

Desain, warna, dan gaya produksi tais sangat bervariasi di setiap tiga belas distrik di Timor Lorosae.

Di daerah kantong Oecussi-Ambeno, pengaruh Portugis paling jelas terlihat, dengan citra bunga dan religius yang mendominasi di samping nuansa hitam, oranye, dan kuning yang lembut.

Sebaliknya, di ibu kota Dili, warna-warna cerah dan panel solid mencerminkan fokus pada perdagangan tais.

Di distrik Ermera, desain hitam-putih adalah yang paling umum, mencerminkan keluarga bangsawan dari para pemimpin tradisional, yang sering tinggal di daerah tersebut.

Desa Manufahi memproduksi tais dengan tema hewan umum tertentu, khususnya cicak dan babi. (ktw)

Baca Juga: Inilah Tempat Wisata Timor Leste yang Belum Terkontaminasi oleh Turis

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait