Salah satu dari 8 orang yang selamat dari ledakan itu mengatakan jika serangan di jalanan Qana membuat dua keluarga urung meninggalkan bangunan itu.
Anthony Shadid dari Washington Post menggambarkan pemandangan yang ia lihat saat itu.
"Sebagian besar yang sudah meninggal tersedak debu yang terbang dan puing-puing lain. Tubuh mereka menjadi gestur terakhir mereka: lengan yang naik meminta bantuan, pria tua menarik celananya, Hussein Hashem berusia 12 tahun berbaring meringkuk dalam posisi janin, mulutnya seperti muntah tanah.
"Muhammad Chalhoub duduk di tanah tangan kanannya patah. Khadja, istrinya dan Hasna, ibunya, meninggal, begitu pula putrinya, Hawra dan Zahra, berusia dua belas tahun dan dua tahun. Begitu pula putranya, Ali, sepuluh; Yahya, sembilan; dan Assem, tujuh."
Christian Science Monitor melaporkan jika serangan udara lebih lanjut dan serangan artileri yang hancurkan beberapa rumah di Qana menunda respon penyelamatan.
Kepala Palang Merah di Tirus Sami Yazbuk mengatakan kepada The Guardian jika panggilan pertama tentang pengeboman diterima pukul 7 pagi dan penembakan di jalan menuju Qana telah menunda kedatangan personel Palang Merah.
Reaksi
Ribuan warga Israel bergabung dalam protes pada 30 Juli, sebagian besar dari mereka adalah warga Arab dari desa Umm al-Fahm, tapi juga ada ratusan pendukung Gush Shalom dan Meretz yang lakukan demonstrasi terpisah di Tel Aviv, dan jumlah yang lebih kecil lagi di Haifa dan Galilea.