Penulis
Intisari-online.com - Tenggelamnya KRI Nanggala-402 meninggalkan duka mendalam bagi militer angkatan laut Indonesia.
Namun, siapa sangka kapal selam itu pernah menjadi salah satu ujung tombang dalam sengketa Ambalat dengan Malaysia.
Semua berawal pada 8 April 2005, Kapal Republik Indonesia (KRI) Tedong Naga 819 menyerempet kapal Diraja Rencong dari Malaysia di Perairan Karang Unaran, Nunukan, Kaltim.
Dalam buku 71 tahunan TNI AL, aksi ini terpaksa dilakukan akibat manuver KD Rencong berkali-kali yang membahayakan mercusuar pembangunan Karang Unarang.
Merupakan bagian dari insiden konflik perebutan Ambalat yang kaya akan migas.
Setelah peristiwa itu, KRI Nanggala-402 dioperasikan di kawasan itu, dengan tugas menjadi ujung tombak.
Dengan kata lain bersiap-siap jika terjadi sesuatu yang membahayakan.
KRI Nanggala-402 maju dengan tugas, dan peran mengintai, menyusup, dan memburu sasaran strategis.
Semua dilakukan sesuai dengan keputusan politik pemerintah Indonesia saat itu.
KRI Nanggala-402 beroperasi sendirian, karena saudaranya KRI Cakra-401, sedang diperbaiki total di Korea Selatan.
KRI Cakra mulai beroperasi pada 2006, lalu KRI Nanggala gantian diperbaiki di Korea Selatan hingga Februari 2012.
Ketika masih bertugas dalam misi itu, kapal di Indonesia hanya ada dua unit, padahal harus mencover lautan Indonesia yang sangat luas.
KRI Nanggala-402 mengemban tugas berat, termasuk di antaranya adalah misi rahasia.
Hal ini sesuai dengan sifat kapal selam, yang senyap, rahasia, strategis, dan tidak diketahui keberadaanya.
Sebelumnya, KRI Nanggala-402 mengikuti berbagai misi terbuka antaranya dalam latihan dengan Navy Seal AS tahun 2002, di laut Jawa dan Selat Bali.
Dengan nama latihan Coorperation Afloat Readiness and Training/CARAT.
Bahkan KRI Nanggala-402 juga sering terlibat dalam latihan perang, dan pernah menenggelamkan eks KRI Rakata.
Sebuah kapal tunda samudera buatan 1942 dengan torpedo SUT (Surface and underwater target).
Pada masanya, KRI Nanggala-402 disematkan senjata paling canggih kala itu, dengan delapan tabung torpedo dan enam torpedi cadangan.
Torpedo SUT yang saat ini dioperasikan di antaranya buatan PT Dirgantara Indonesia, dengan tingkat keberhasilan di atas 90 persen.
Rudal SUT ini rencananya akan ditembakkan di laut Bali pada Kamis (22/4/21), sebelum KRI Nanggala-402 dilaporkan hilang kontak.
Daya jangkau torpedo SUT bisa mencapai 23 kilometer, dan bergerak dengan senyap, dengan peluncuran baling-baling menuju sasaran.
Torpedo ini memiliki sensor sonar sehingga bisa bekerja sendiri menangkap gelombang suara sasaran.
Tingkat operasinya sangat tinggi karena disetir dari pusat operasi kapal selam.
KRI Nanggala dan saudaranya KRI Cakra, keduanya kelas 209 dibuat di HDW Jerman pada 1978-1979, pada 21 Juli 1981.
Kedua kapal ini diserahkan ke TNI AL, dan berada di bawah Komando Armada II di Surabaya.
Kapal tersebut bersandar di Dock Lawan yang termasuk klasifikasi A, di mana orang luar yang ingin masuk harus mendapatkan security clearance dari Intelijen Armada.