Penulis
Intisari-Online.com - Kepala Suku Dambet, Benner Tinal menggelar kegiatan bakar batu di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak sebagai ungkapan rasa syukur karena telah selamat dari aksi penyerangan KKB.
Kegiatan bakar batu tersebut dihadiri juga oleh Kasatgas Humas Nemangkawi Kombes Pol M Iqbal Al qudusy, Kompol Dudung Setyawan serta Brigpol Akram.
Ungkapan syukur dari selamatnya Benner Tinal atas penembakan dan pembakaran yang dilakukan KKB menunjukkan betapa sesungguhnya warga Papua cinta damai dan berharap Papua selalu damai.
Bener Tinal mengecam kejadian tersebut serta menjadikan momen bakar batu sebagai jalinan silaturahmi Suku Dambet dengan Polri yang telah hadir membawa rasa aman bagi warga Beoga.
"Saya sangat menyesal dan mengutuk KKB yang telah menghancurkan honey dan kios," kata Bener Tinal seperti yang diterjemahkan oleh adik kandungnya dalam bahasa Indonesia.
Dalam bincang-bincangnya dengan Bener Tinal tak lupa Iqbal menyampaikan terimakasih atas jalinan silaturahmi tersebut sekaligus menyampaikan kehadiran TNI-Polri di Beoga adalah memberikan perlindungan, menjamin keamanan dan akan menegakkan hukum bagi kelompok KKB yang telah mengganggu ketenangan warga.
"TNI-Polri hadir di Beoga untuk melindungi warga Beoga," tegas Iqbal.
Sejarah KKB Papua
KKB Papua merupakan kelompok separatis yang sering melakukan teror terhadap TNI-Polri maupun masyarakat di Papua.
KKB muncul sebagai Tentara Pertahanan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM), yang juga disebut sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah istilah umum bagi gerakan prokemerdekaan Papua yang dipicu atas sikap pemerintah Indonesia sejak tahun 1963.
Menurut peneliti kajian Papua di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), gerakan prokemerdekaan Papua merupakan imbas dari perlakuan tidak adil yang diterima masyarakat Papua dari pemerintah Indonesia yang dianggap represif.
Perlawanan OPM secara bersenjata dilakukan pertama kali di Manokrawi pada 26 Juli 1965, dikutip dari BBC Indonesia.
Sedangkan dari laporan Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) berjudul The Current Status of The Papuan Pro-Independence Movement yang diterbitkan 24 Agustus 2015 menyebut organisasi ini 'terdiri dari faksi yang saling bersaing'.
Faksi ini terdiri dari tiga elemen kelompok bersenjata, masing-masing memiliki kontrol teritori yang berbeda: Timika, dataran tinggi dan pantai utara; kelompok yang melakukan demonstrasi dan protes; dan sekelompok kecil pemimpin yang berbasis di luar negeri -seperti di Pasifik, Eropa dan AS- yang mencoba untuk meningkatkan kesadaran tentang isu Papua dan membangkitkan dukungan internasional untuk kemerdekaan.
Laporan IPAC menyebut, pada mulanya terdapat tiga komando sayap militer OPM atau KKB.
Goliath Tabuni, yang berbasis di Tingginambut, kabupaten Puncak Jaya, dipandang yang paling kuat dengan cakupan teritorial yang paling luas, meliputi Puncak, Paniai dan Mimika.
Puron Wenda, yang berbasis di Lanny Jaya memisahkan diri dari Goliath sekitar tahun 2010.
Pada Mei 2015, kelompoknya menyatakan "perang total revolusioner" dan mengklaim kelompok Goliat dan yang lainnya berada di bawah komandonya, tetapi tidak ada bukti yang mendukung ini.
Sementara itu, Richard Hans Yoweni berbasis di Papua New Guinea, namun memiliki pengaruh kuat di sepanjang Pantai Utara.
Lalu muncul Kelly Kwalik sebagai pimpinan OPM di Mimika.
Kelompok Kelly Kwalik pernah menyandera 26 anggota Ekspedisi Lorentz 95 yang beranggotakan warga Indonesia maupun internasional.
Kelly Kwalik lalu tewas dalam penyergapan polisi pada 2009.
(*)