Penulis
Intisari-Online.com - China terus menunjukkan ambisinya untuk menguasai wilayah Laut China Selatan.
Segala upaya tampaknya dilakukan China untuk 'mengencangkan cengkeramannya' di wilayah tersebut.
Salah satunya dengan terus memantau Laut China Selatan selama 24 jam dengan cara ini.
Melansir benarnews.com (9/4/2021), dokumen pengadaan pemerintah China yang baru menunjukkan bahwa China hendak mengupgrade dua kapal sipil Laut China Selatan dengan peralatan pengawasan berteknologi tinggi baru.
Disebut, itu dilakukan untuk membantunya melacak kapal Amerika Serikat, Vietnam, dan negara asing lainnya.
Trik itu hanyalah contoh terbaru dari tindakan pemerintah China memanfaatkan aset sipil untuk mengejar kepentingan keamanan nasionalnya di Laut China Selatan.
China telah memiliki rekam jejak panjang dalam memanfaatkan kapal sipil seperti Sansha 1 dan Sansha 2 untuk menguasai Laut China Selatan.
Sementara kontrak proyek untuk mengupgrade kapal siplilnya diberikan Kamis kepada Zhejiang Dali Science and Technology Co. Ltd. oleh Kota Sansha, yang bertanggung jawab untuk mengelola klaim maritim dan teritorial China di Laut China Selatan.
Dali, yang tampaknya juga bekerja dengan militer China, akan menyediakan sepasang "Sistem Pemantauan Optoelektronik Jarak Jauh DLS-16T" untuk digunakan pada dua kapal pemasok utama kota, yaitu Sansha 1 dan Sansha 2, seharga 3.830.000 yuan ($ 547.000).
Sansha 1 dan Sansha 2 terutama ditugaskan untuk memasok Pulau Woody, yang merupakan pangkalan terbesar China di Paracels dan berfungsi sebagai markas besar Kota Sansha.
Meskipun Paracel juga diklaim oleh Vietnam dan Taiwan, namun hanya China yang menempati fitur apa pun di nusantara.
Selain itu, kedua kapal juga telah berkelana lebih jauh ke selatan ke Spratly, di mana China terkunci dalam sengketa maritim dan teritorial dengan Vietnam, Filipina, Malaysia, Taiwan, dan Brunei.
Sansha 1 sendiri mulai beroperasi pada Januari 2015, sementara Sansha 2 menyelesaikan pelayaran perdananya pada Agustus 2019.
Hal tersebut memungkinkan kapal pemasok Qiongsha 3 untuk fokus memasok permukiman China di Grup Bulan Sabit di Paracels, Hainan Daily yang dikelola pemerintah melaporkan.
CSSC Guangzhou Shipyard International milik negara, yang membangun Sansha 2, mengatakan kapal sepanjang 128 meter itu akan mengintegrasikan “transportasi dan pasokan, yurisdiksi administratif, komando penyelamatan darurat, bantuan medis darurat, dan kemampuan survei ilmiah pulau dan terumbu”.
Perusahaan tersebut juga menyatakan bahwa Sansha 2 akan "memainkan peran penting dalam mempertahankan gerbang selatan ibu pertiwi" -julukan oleh China,merujuk pada Natuna, wilayah Indonesia yang diklaimnya di Laut China Selatan.
Nantinya, begitu mereka dilengkapi dengan peralatan pengawasan baru mereka, Sansha 1 dan Sansha 2 akan dapat memainkan peran yang lebih besar dalam menegaskan klaim China.
Menurut dokumen penawaran yang ditinjau oleh Radio Free Asia (RFA), saudara dari BeritaBenar, Sistem Pemantauan Optoelektronik Jarak Jauh DLS-16T dari Dali dimaksudkan agar kapal pemasok dapat “melakukan pencarian omnidirectional, observasi, pengawasan, dan pengumpulan bukti video terhadap target laut dan udara”.
Target udara yang dimaksud yaitu seperti kapal, orang di atas kapal, benda yang mengapung di laut, dan pesawat terbang dalam segala kondisi cuaca, 24 jam sehari.
Kota Sansha sedang mencari sistem pelacakan yang akan mengintegrasikan pencitraan cahaya tampak, pencitraan termal inframerah, pelacakan target otomatis, radar, penetrasi kabut, peningkatan gambar, sistem navigasi satelit yang dikelola AS, sistem setara China BeiDou, dan kemampuan lainnya, dokumen penawaran menunjukkan.
Sistem perangkat lunak untuk peralatan pelacakan akan digunakan untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan melacak "kapal sensitif" dari pemerintah seperti Amerika Serikat, Jepang, Filipina, Vietnam, Indonesia, dan Taiwan, serta merekam dan menampilkan informasi tersebut secara real-time, kata dokumen itu.
Dokumen perusahaan dari Dali juga menunjukkan bahwa perusahaan tersebut bekerja sama dengan kontraktor pertahanan milik negara China dan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).
Dikatakan, bahwa Dali akan diwajibkan untuk menyelesaikan pekerjaannya untuk Sansha 1 dan Sansha 2 dalam waktu tiga bulan setelah penandatanganan kontraknya dengan Kota Sansha, kata dokumen penawaran itu.
Baru klaim wilayah Laut China Selatan sepihak, tapi China sudah perlakukan negara-negara lain bak penjahat yang mengusik wilayahnya.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari