Penulis
Intisari-online.com - Proyek TMII atau Taman Mini Indonesia Indah, adalah proyek yang lahir dari pemerintahan Presiden Soeharto.
Ide tersebut digagas oleh Ibu Tien, alias istri Presiden Soeharto, melalui Yayasan Harapan Kita (YHK).
Karena proyek tersebut digagas oleh istri sendiri tampaknya Presiden Soeharto tak bisa menolaknya.
Namun, pada 1971, ketika menjelang TMII dibangun banyak aksi protes terjadi di mana-mana.
Banyak kritik dan perlawanan, demonstrasi digelar untuk menolak rencana pembangunan itu, karena dianggap menyedot banyak uang rakyat.
Namun, Soeharto pasang badan saat isu tersebut dikritik, bahkan beberapa ucapannya tercatat dalam buku Jejak Langkah Soeharto, oleh tim Dokumentasi Presiden RI.
"Saya akan menghantam siapa saja yang mencoba melanggar konstitusi, dan saya akan mendapat dukungan ABRI. Kalau ada seorang ahli hukum mengatakan Presiden tidak bisa menindak orang yang tidak mengerti dan tidak mau mengerti, maka Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret 1966) bisa saya gunakan sebagai alasan mengganggu ketertiban umum," ujarnya.
Soeharto sendiri juga menolak proyek tersebut, adalah proyek mercusuar yang menghisap uang rakyat, karena proyek ini akan didanai oleh dana-dana swasta.
Baca Juga: Inilah yang Dibisikkan Hanifan ketika Memeluk Jokowi dan Prabowo di TMII
Setelah sekian lama dibangun, belakangan TMII kembali menjadi perbicangan setelah digugatnya lima anak Soeharto dan peralihan hak pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
TMII merupakan sebuah proyek yang diinspirasi oleh Siti Hartinah alias Tien Soeharto, istri Presiden Soeharto.
Selama 44 tahun TMII dikelola oleh Yayasan Harapan Kita milik keluarga cendana.
Kini pemerintah lewat Kementerian Sekretariat Negara mengambil alih hak pengelolaan TMII dari Yayasan Harapan Kita setelah diterbitkannya Perpres Nomor 19 Tahun 2021.
Adapun TMII mulanya diinspirasi oleh Tien Soeharto. Kala itu Tien Soeharto tengah mengunjungi Disneyland di Amerika Serikat (AS) pada 1971.
Dilansir dari buku Dutch Culture Overseas: Praktik Kolonial di Hindia Belanda 1900-1942 (1995) yang ditulis Frances Gouda, ketika melihat Disneyland, Tien Soeharto lantas bermimpi bisa membangun taman bermain seperti Disneyland dengan menonjolkan spirit ke-Indonesiaan.
Tien Soeharto ingin membuat miniatur Indonesia dalam sebuah taman bermain yang besarnya hampir sama seperti Disneyland.
Namun Ide Tien Soeharto terkait pembangunan taman bermain miniatur Indonesia yang dinamai Mini itu ternyata memunculkan protes dari mahasiswa.
Sejak rencanan pembangunan TMII didengungkan Tien Soeharto pada 1971, mahasiswa getol melancarkan berbagai aksi protes untuk menolaknya.
Aksi penolakan mahasiswa terhadap rencana pembangunan TMII dipicu saat Tien Soeharto mengumukan biaya pembangunan TMII yang mencapai Rp 10,5 miliar.
Padahal di saat yang sama Soeharto tengah menyampaikan anjuran hidup prihatin lantaran sebagian besar masyarakat masih hidup dalam taraf kemiskinan. Dalam beberapa kesempatan, Soeharto juga menekankan agar pembangunan didasarkan pada skala prioritas.
Alhasil, ide pembangunan TMII tersebut di tengah masih banyaknya masyarakat miskin dinilai tidak prioritas oleh para mahasiswa.
Protes datang dari mahasiswa dalam bentu diskusi dan seminar.
Akibat derasnya protes dari mahasiswa terhadap rencana pembangunan TMII, Tien Soeharto sampai menggelar konferensi pers yang juga dihadiri para pejabat tinggi negara.
Dalam keterangannya, sebagaimana dikutip dari pemberitaan Harian Kompas pada 8 Januari 1972, Tien Soeharto mengatakan pembangunan TMII telah mengikuti prosedur yang semestinya.
Terkait sumbangan dari pemerintah kepada Yayasan Harapan Kita selaku pengelola pembangunan TMII, Tien Soeharto menjawab tak ada masalah.
Ia menilai wajar bila Yayasan Harapan Kita yang diketuai olehnya mendapat seumbangan dari pemerintah untuk pembangunan TMII.
"Akan tetapi kalau pemerintah memberikan sumbangan apa salahnya," kata Tien Soeharto dikutip dari Harian Kompas pada 8 Januari 1972.
Baca juga: TMII Diambil Alih Negara setelah 44 Tahun Dikelola Yayasan Milik Keluarga Soeharto
Pembangunan TMII terus dikebut meskipun gelombang protes dari mahasiwa terus mengalir.
Puncaknya, kekesalan mahasiswa terhadap pembangunan TMII terakumulasi dengan masalah kemiskinan dan korupsi pemerintahan terwujud dalam peristiwa Malari (Malapetaka 15 Januari 1974).
Setelah kerusuhan Malari mereda, pembangunan TMII semakin dikebut. Mimpi Tien Soeharto pun akhirnya terwujud.
Pada 20 April 1975, TMII diresmikan. Hampir selama 44 tahun, Yayasan Harapan Kita yang dipimpin keluarga cendana mengelola TMII.
Kini pemerintah mengambil alih hak pengelolaan TMII dari Yayasan harapan Kita berdasarkan Perpres Nomor 19 Tahun 2021.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengungkapkan, terbitnya Perpres ini dilatarbelakangi masukan banyak pihak soal TMII. Salah satunya rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pratikno menjelaskan, sebelumnya dasar hukum soal TMII merujuk kepada Keppres Nomor 51 Tahun 1977.
"Menurut Keppres itu, TMII merupakan milik negara Republik Indonesia yang tercatat di Kemensetneg yang pengelolaannya diberikan kepada Yayasan Harapan Kita," ungkap Pratikno.
"Sudah hampir 44 tahun Yayasan Harapan Kita mengelola milik negara ini," lanjutnya.
Pratikno menyebut, negara memiliki kewajiban melakukan penataan TMII guna memberikan manfaat seluas-luasnya kepada masyarakat.
Selain itu agar TMII nantinya dapat berkontribusi kepada keuangan negara.
Pratikno menambahkan, dengan adanya Perpres Nomor 19 Tahun 2021 ini, maka berakhir pula pengelolaan TMII yang selama ini dilakukan oleh Yayasan Harapan Kita