Penulis
Intisari-Online.com - Perusahaan perkapalan dipaksa menimbang opsi jalan lain setelah lalu lintas utama perdagangan internasional terblokir kontainer raksasa, Ever Given.
Insiden yang menutup Terusan Suez itu membuat banyak kapal harus mengambil rute alternatif menyiksa dengan memutar di ujung selatan Afrika.
Insider melaporkan menurut analis yang mengamati situasi tersebut, setidaknya tiga kapal kontainer telah mengubah arah dan terlihat menuju ke selatan.
Semakin lama penundaan berlangsung, diyakini semakin banyak kapal yang akan mengikuti langkah tersebut.
Harus Memutar
Anoop Singh, kepala analisis kapal tanker yang berbasis di Singapura di Braemar ACM, mengatakan kepada The Wall Street Journal bahwa jalan memutar dapat menambah biaya 450.000 dollar AS (Rp 6,4 miliar) untuk perjalanan biasa.
Panjang maksimum jalan memutar tersebut adalah sekitar 15.000 mil atau hampir setara 25.000 km.
Jarak itu jika sebuah kapal berlayar dari Suez di selatan kanal ke Port Said di ujung utara tanpa menggunakan kanal.
Sebagian besar rute kapal akan berbeda dari itu dan melibatkan jalan memutar yang lebih pendek.
Walaupun begitu, Prof Rocky Weitz, direktur Program Studi Maritim Fletcher di Sekolah Fletcher di Universitas Tufts, mengatakan jalan memutar yang lebih umum masih tetap ribuan mil jauhnya.
"Rute Cape of Good Hope menambah sekitar 3.000 mil laut ke rute Terusan Suez dari Samudra Hindia ke Atlantik Utara, tergantung pada rute spesifik yang diambil oleh kapal komersial," katanya kepada Insider.
Sementara implikasi biaya dari hal ini tergantung pada jenis kapalnya.
Kapal tanker minyak akan memerlukan tambahan waktu hingga 300 jam perjalanan, sementara kapal kontainer yang relatif cepat dapat mencapai hingga 150 jam.
Perusahaan perkapalan akan mempertimbangkan alternatif ini, dengan uang yang bisa dihemat jika menggunakan Terusan Suez.
Ide Mengalirkan Kanal
Proyek untuk menghubungkan Laut Merah ke Mediterania guna memfasilitasi perdagangan di antara keduanya adalah perihal lama yang sudah ada sejak zaman Mesir kuno.
Dimulai dengan pemerintahan Firaun Senusret III di awal milenium kedua SM, sistem kanal menghubungkan Laut Merah ke Delta Nil.
Kanal-kanal ini sepenuhnya mengalirkan airdengan sempurna pada abad kedelapan Masehi.
Ide tersebut muncul kembali dalam beberapa kesempatan.
Republik Venesia mempertimbangkannya pada abad keenam belas, sebelum meninggalkannya karena alasan teknis.
Di bawah Louis XIV, Colbert juga mempelajari ide tersebut untuk membuka rute baru ke Hindia.
Tapi realisasi sebenarnya dari Terusan Suez saat ini berasal dari kampanye Bonaparte di Mesir pada 1798.
Pengukuran topografi yang dilakukan oleh misi ilmiah yang menyertai ekspedisi meletakkan dasar untuk studi kelayakan pertama untuk membuka tanah genting.
Rencana tersebut dihidupkan kembali pada tahun 1846 oleh masyarakat ilmiah yang didirikan oleh Saint-Simonians.
Namun mereka tidak dapat meyakinkan Mesir.
Pada akhirnya adalah Ferdinand de Lesseps, seorang diplomat Prancis yang sangat dekat dengan Raja Muda Mesir, yang memperoleh otorisasi pada tahun 1854 untuk mendirikan usaha yang akan membangun kanal dan menikmati hak operasi selama 99 tahun: Suez Canal Company.
(*)