Penulis
Intisari-Online.com - Bukan rahasia lagi jika China berambisi untuk menjadi pemimpin dunia.
Namun, tentu saja AS tak akan membiarkan hal itu terjadi.
Presiden AS Joe Biden menegaskan, China tidak akan bisa menjadi pemimpin dunia selama dia menjabat.
Biden berujar dia sudah mempelajari Presiden China Xi Jinping selama jadi wakil Barack Obama.
Hal itu dikatakannya dalam konferensi pers pertamanya sebagai presiden.
Dari pertemuan itu, presiden 78 tahun tersebut menyadari Xi memercayai otokrasi, bukan demokrasi, yang harus diterapkan di muka Bumi ini.
Presiden ke-46 AS itu menegaskan, dirinya tidak ingin membuat konfrontasi langsung dengan "Negeri Panda".
Meski begitu, dia menghendaki Beijing bisa mematuhi aturan internasional dalam hal kompetisi dan perdagangan yang adil, maupun penghormatan atas HAM.
Biden menyatakan, China sudah berkeinginan menjadi negara terkaya, paling kuat, dan pemimpin dunia.
"Saya pastikan itu tak akan terjadi selama saya menjabat, karena AS akan terus berkembang," tegas dia.
Presiden dari Partai Demokrat itu kemudian membandingkan Xi Jinping dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Joe Biden menyatakan, Xi dan Putin sama-sama berkeyakinan otokrasi merupakan masa depan dunia ini.
Kebetulan dalam wawancaranya dengan ABC, Biden sempat menyebut Putin sebagai "pembunuh", yang menuai kemarahan di Moskwa.
"Dia (Xi) tidak percaya dengan demokrasi. Meski begitu, dia adalah sosok yang pintar," pujinya dikutip Reuters via Channel News Asia Jumat (26/3/2021).
Sang presiden melanjutkan, dia akan bekerja sama dengan sekutu untuk memastikan China bertanggung jawab atas sejumlah isu.
Di antaranya adalah isu invasi ke Taiwan, Hong Kong, maupun penanganann etnis Muslim Uighur di Xinjiang.
Dalam percakapan selama dua jam setelah dilantik, Biden memberikan peringatan kepada orang nomor satu "Negeri Panda" tersebut.
Dia menegaskan selama Beijing terus melanggar HAM, maka dia akan terus meminta publik dunia menyorotinya.
Biden lalu membandingkan sikap AS yang terkesan lembek di era pendahulunya, Donald Trump, yang dia anggap bisa menurunkan kredibilitas mereka.
"Di saat presiden tidak mengomentari (pelanggaran) itu, seperti di era sebelumnya, akan menjadi momen kehilangan kredibilitas di seluruh dunia," tegasnya.
Baru-baru ini,Joe Biden melontarkan ancaman, setelah Korea Utara mengumumkan uji coba rudal terbaru.
Dalam konferensi pers perdananya, dia menyebut Pyongyang sudah melanggar Resolusi PBB 1778 dengan menembakkan rudal balistik.
Dia menekankan, Washington pada dasarnya siap melanjutkan diplomasi dengan Korea Utara meski menguji coba senjata pada pekan ini.
Tetapi, Biden juga mengancam Pyongyang bakal menerima konesekuensinya jika terus menerus mengeskalasi ketegangan.
"Kami berkonsultasi dengan sekutu dan mitra kami. Kami bakal merespons secara tegas jika terus terjadi eskalasi," kata dia.
Presiden ke-46 AS itu menuturkan, perundingan bakal terjadi selama Pyongyang fokus kepada denuklirisasi.
Dengan kata lain, Joe Biden menghendaki negara pimpinan Kim Jong Un itu menyerahkan senjata nuklir mereka.