Penulis
Intisari-Online.com - Ketakutan perang pecah di Laut China Selatan semakin tinggi.
Ini dikarenakan militer Amerika Serikat (AS) menyampaikan bahwa mereka akan menggunakan sistempertahanan udara baru.
Dalam dokumen itu,sistem baru diperlukan untuk melawan China di tengah meningkatnya ketegangan di wilayah tersebut.
Tak hanya itu, militer AS juga mendesak untuk menggunakanPasukan Gabungan Terpadu untuk serangan presisi di sepanjang Rantai Pulau Pertama yang strategis.
Lalu guna menopangPasukan Gabungan Terpadu yang berada di garis depan, maka ada pertahanan rudal udara di Rantai Pulau Kedua.
Gunanya untuk menjagakekuatan terdistribusi dan menjaga stabilitas.
Diketahui, ketegangan meningkat di wilayah tersebut, dengan pasukan AS dan China melakukan latihan militer di seluruh Laut China Selatan.
Dokumen tersebut juga menyebutkan pembagian dan pemeliharaan operasi tempur untuk waktu yang lama jika diperlukan.
Untuk mencapai tujuan besar ini, Komando Indo-Pasifik AS mencari 4,68 miliar US Dollar.
“Ada bahaya terbesar yang kita hadapi di kawasan Indo-Pasifik," ungkap Laksamana Philip Davidson, pemimpin Komando Indo-Pasifik AS seperti dilansir dariexpress.co.uk pada Sabtu (6/3/2021).
"Jika tidak menyerang,China akan berani mengambil tindakan lain."
"Oleh karenanya, Pasukan Gabungan kami di Indo-Pasifik harus diposisikan untuk memberikan pencegahan yang kredibel."
"Kami akan membuka dan melindungi rute perdagangan melalui udara, laut, darat, luar angkasa, dan dunia maya."
Diketahui, Rantai Pulau Pertama yang disebutkan dalam dokumen tersebut adalah istilah yang merujuk pada rantai kepulauan besar yang menjangkau dari Jepang hingga Indonesia dan mengelilingi tepi timur Laut China Selatan.
Sementara Rantai Pulau Kedua mengacu pada sekelompok pulau lebih jauh ke timur, membentang dari Jepang ke Guam.
Sistem pertahanan rudal dan serangan presisi yang ditempatkan di rantai pulau akan dapat mendukung upaya udara dan maritim AS dari jarak lebih dari 500 km.
Selainitu, Komando Indo-Pasifik juga mencari 22,89 miliar US Dollar untuk militer AS di tahun 2023 hingga 2027.