Penulis
Intisari-Online.com -Di balik kisruh Perpres Miras, sebenarnya ada cerita tentang miras lokal yang tengah berlomba menembus pasar global.
Seperti diketahui, baru-baru ini publik ramai membicarakan mengenaiaturan mengenai investasi industri minuman keras yang tercantum dalam lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Namun, belakangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk mencabut aturan tersebut pada Selasa (2/3/2021).
"Bersama ini saya sampaikan, saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," kata Jokowi dalam tayangan video YouTube Sekretariat Presiden.
Menurut Jokowi, keputusan ini diambil setelah menerima masukan dari berbagai organisasi masyarakat keagamaan serta pemerintah daerah.
"Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama MUI, Nahdlatul Ulama NU, Muhammadiyah dan ormas-ormas lainnya, serta tokoh-tokoh agama yang lain, dan juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah," ujar Jokowi.
Namun, di luar pro dan kontra terkait Perpres investasi industri miras,beberapa produsen miras lokas sebenarnya tengah berlomba-lomba untuk menembus pasar global.
Mereka terus melalukan pengembangan kualitas dan varian serta izin, standar, dan pengawasan dari pemerintah.
Ya, kekayaan kuliner Indonesia tak semata pada makanan-makanan yang kelezatannya sangat unik, tapi juga minumannya.
Salah satunya adalah minuman beralkohol lokal yang sudah hadir sejak lama di tanah air.
Minuman olahan yang merupakan hasil fermentasi dari air nira yang berasal dari pohon lontar tersebut merupakan minuman asli Indonesia.
Sebut saja sopi NTT, arak Bali, Cap Tikus Minahasa, dan masih banyak lagi. Keberadaan minuman fermentasi biasanya dinikmati masyarakat saat acara adat di suatu daerah.
Namun kini minuman fermentasi lokal sudah mengalami banyak perkembangan, varian dan sudah adanya izin, standar dan pengawasan dari pemerintah yang membuat minuman lokal tersebut semakin bergeliat.
Salah satu minuman fermentasi lokal yang sudah mendapatkan izin beredar ialah Cap Tikus 1978 asal Minahasa.
Sebagai satu-satunya cap tikus yang memiliki izin beredar Kepala Marketing Cap Tikus 1978 Mario Baraputra menyebut jika produknya mulai resmi meluncur pada Desember 2018.
Meski belum ada setahun Cap Tikus 1978 kini sudah memiliki pasar di seluruh Indonesia. Papua menjadi pasar yang paling banyak disuplai minuman berkadar alkohol 45% tersebut.
Baca Juga: Lolos dari Razia Polisi, Rupanya Pedagang Miras Ini Punya 'Trik Rahasia' di Bawah Tempat Tidurnya
"Suplai paling banyak ke Papua banyak. Jadi setiap bulan bisa kirim sebanyak 2 sampai 3 kontainer ke sana," terang Mario yang ditemui Kontan.co.id.
Cap Tikus 1978 mulai merambah pasar di luar Sulawesi Utara pada Februari lalu. Harga ritel Cap Tikus 1978 adalah Rp 80 ribu ukuran 320 ml.
Berkembangnya zaman dan sejak adanya izin, Cap Tikus 1978 memberikan sentuhan yang berbeda dengan inovasi kemasan yang unik.
Desain botol dibuat menarik agar tak kalah dari produk minuman fermentasi dari luar negeri yang sudah lama membanjiri Indonesia.
Tak hanya desain, inovasi juga dilakukan pada varian rasa. Mario menjelaskan bahwa rencananya bulan depan Cap Tikus 1978 akan merilis rasa terbaru yaitu cap tikus coffee.
"Selain rasa kopi ada juga bartender sachet. Jadi ini model seperti sachet setiap pembelian satu botol gratis satu sachet dengan rasa beda. Ada formula 8 ada rempah-rempah isinya jahe temulawak aren dan lainnya sensasinya anget, seperti jamu. Akan ada 5 varian sachet nanti," sambung Mario.
Dalam satu hari Cap Tikus 1978 mampu memproduksi 5000 botol, suplai ke provinsi sebanyak enam kontainer atau sekitar 12 ribu karton. Satu karton berisi 12 botol cap tikus.
Bahan baku Cap Tikus 1978 sendiri diterangkan Mario didapatkan dari para petani nira yang menyetor ke pabrik.
"Kita 100% petani, berdayakan petani, di pabrik kita hanya destilasi, misi kita buat produk ini adalah untuk bantu petani. Jadi ini bida dibilang jadi salah satu mata pencaharian masyarakat Minahasa," kata Mario.
Tren minuman fermentasi lokal saat ini disebut Mario mulai merangkak naik terlebih usai adanya dukungan dari pemerintah akan minuman fermentasi asli Indonesia tersebut.
"Ini lagi naik iya karena kita didukung pemerintah bea cukai. Pemerintah saat ini cukup ketat untuk minuman ilegal nah kita mengharapkan dengan adanya peraturan yang larang minuman ilegal maka produk lokal yang legal bisa berkembang, bisa bersaing di pasar Indonesia," harap Mario.
(Ratih Waseso)