Penulis
Intisari-Online.com - Pernah mendengar orang berbicara 'jika tidak punya uang, bolehkah bayar pakai ginjal'?
Mungkin sebagian besar orang menganggapnya sebagai becandaan.
Tapi siapa sangka aksi menjual ginjal demi uang malah terjadi ramai-ramai di negara ini?
Dilansir dari kompas.com pada Senin (1/3/2021), kisah pilu muncul di Afghanistan, ketika puluhan orang rela menjual ginjalnya demi membayar utang.
Di pinggiran kota miskin Herat di Afghanistan barat, setidaknya 32 orang dari 150 keluarga memiliki bekas luka operasi ginjal, kata Ebrahim Hakimi tetua setempat.
Laporan dari The Telegraph pada Selasa (23/2/2021) mengungkap sekelompok pria memperlihatkan bekas luka sepanjang sekitar 30 cm di samping perut mereka.
Garis yang merupakan bekas pembedahan itu hanya contoh kecil dari banyaknya warga Afghanistan yang rela menjual ginjalnya.
Hakimi melanjutkan, pria-pria itu terpaksa melakukannya karena faktor kemiskinan dan ada pasar gelap yang menjual organ ilegal di kota itu.
"Semua orang ini bisa saja jadi perampok atau menodongkan senjata untuk mendapat uang, tetapi mereka tidak melakukannya."
"Yang mereka punya adalah ginjal dan mereka menjualnya demi keluarga," ujar Hakimi.
Namun, menjual ginjal terkadang tak sebanding dengan risiko yang mereka tanggung.
Kesehatan menjadi taruhannya dan peluang kerja mengecil, demi uang instan puluhan juta rupiah.
The Telegraph pekan lalu bertemu dengan puluhan pria dan wanita, yang mengaku telah menjual ginjalnya meski melanggar hukum.
Sebenarnya isu menjual ginjal ini sudah beredar luas di kota dekat perbatasan Iran itu selama bertahun-tahun.
Tetapi pengungkapan ke media awal bulan ini mengejutkan banyak orang.
Salah satunya adalah klinik transplantasi yang diduga turut membantu praktik ilegal itu.
Namun dibantah mereka dengan balik menuding orang-orang berbohong telah menjual ginjal.
Cerita warga
Kebanyakan orang-orang yang menjual ginjal adalah korban perang yang mengungsi ke Herat dan bekerja sebagai buruh harian.
Najbullah (32) misalnya, pria asal Faryab yang tinggal di kamp pengungsian ini menjual ginjalnya seharga 300.000 Afghani (Rp 55,26 juta) untuk membayar utang pernikahannya.
Dalam adat setempat ia wajib membayar mahar untuk istrinya, dan jika tak bisa melunasi akan menimbulkan risiko pembunuhan.
"Ini akan berakhir dengan perselisihan di mana 8 orang akan dibunuh, jadi lebih baik saya kehilangan ginjal dan jadi setengah hidup," terangnya.
Baca Juga: 3 Cara Mengobati Penyakit Refluks Gastroesofagus, Ada Minum Obat
Ia menjual ginjalnya di rumah sakit setempat yang sering melakukan transplantasi.
Orang yang mendapatkan ginjalnya adalah pria dari Kabul, ibu kota Afghanistan.
Mereka menyetujui persyaratan bersama. Sejak operasi Najbullah tak bisa bekerja dan masih punya utang.
"Ginjal saya yang satunya sakit sekarang," keluhnya.
Seorang wanita bernama Khori Gul di kamp yang sama bercerita, tahun lalu dia menjual ginjal untuk menyelamatkan suaminya, Amiruddin, dari debt collector Taliban.
Ginjal Khori Gul laku 290.000 Afghani (Rp53,42 juta) yang berhasil membebaskan suaminya, tetapi belum sepenuhnya melunasi utang.
"Saya sangat miskin dan suami sudah melakukan segalanya selama 10 tahun terakhir."
"Kalau saya tidak berbuat sesuatu, lalu siapa?".
Terpusat di satu rumah sakit
Semua orang yang mengaku menjual ginjalnya berkata, operasinya dilakukan di Rumah Sakit swasta Loqman Hakim kota Herat.
RS itu adalah yang pertama berhasil melakukan transplantasi ginjal di Afghanistan pada 2016, dan selanjutnya dikabarkan sudah melakukan lebih dari 1.000 tindakan serupa.
Para donor berkata, RS itu terkenal sebagai tempat mencari pembeli ginjal yang terkadang lewat perantara.
Namun, RS tersebut dengan tegas membantahnya.
Para staf juga enggan berkomentar sampai penyelidikan pemprov selesai.
Mereka berkata ke The Telegraph, orang-orang berbohong agar bisa mendapat bantuan pemerintah, atau rumor itu disebarkan oleh rumah sakit kompetitor.
(kompas.com)