Di sisi lain, APODETI justru ingin agar Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia.
Fretelin pun akhirnya melawan UDT. Perlawanan ini banyak menimbulkan korban, termasuk yang berasal dari rakyat sipil.
Menurut suatu laporan resmi dari PBB, selama berkuasa selama 3 bulan ketika terjadi kevakuman pemerintahan di Timor Leste antara bulan September, Oktober dan November, Fretilin melakukan pembantaian terhadap sekitar 60.000 penduduk sipil.
Korban-korban itu sebagian besarnya adalah pendukung faksi integrasi dengan Indonesia.
Dalam perkembangannya, UDT dan APODETI kemudian meminta bantuan Indonesia untuk meredam situasi yang terjadi.
Setelah deklarasi kemerdekaan oleh Fretilin, kelompok pro-integrasi pun mendeklarasikan integrasi dengan Indonesia pada 30 November 1975
Akhirnya, pada 7 Desember 1975, Indonesia mengirimkan pasukan militernya ke Timor Timur.
Namun, bukannya meredakan ketegangan yang ada, masuknya militer tersebut justru semakin memperkeruh konflik yang tengah terjadi. Korban-korban dari kedua belah pihak pun terus berjatuhan.