Penulis
Intisari-online.com -Indonesia baru saja menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 serentak.
Pilkada kali ini diselenggarakan dengan aura sedikit tidak nyaman karena terlaksana di tengah wabah Covid-19.
Namun pemerintah entah bagaimana bisa yakin jika suasana akan teratur dan penularan Covid-19 bisa terkendali.
Selain itu, nama-nama calon yang maju di Pilkada 9 Desember kemarin juga mengejutkan.
Gibran Rakabuming Raka, anak tertua Presiden Jokowi mencalonkan diri menjadi calon walikota Solo di bawah naungan PDIP.
Banyak media luar terutama media Asia Pasifik yang menyoroti Pilkada 2020 ini.
Kini, sorotan mulai menyoroti sosok-sosok yang sudah mulai tunjukkan kemenangan.
Bahkan ada yang disebut-sebut bisa menjadi Jokowi selanjutnya.
Namun sosok itu mengejutkannya, bukan Gibran.
Ialah Aditya Halindra Faridzki, sosok anggota DPRD yang mencalonkan diri menjadi Bupati Tuban di Pilkada 2020 kemarin.
Sebelum Pilkada, unggahan instagram Aditya biasanya hanya mendapat jumlah likes sebesar 2000.
Sampai tanggal 9 Desember kemarin, namanya tidak terdengar di panggung nasional.
Namun setelah Pilkada, Aditya segera menjadi bintang terkenal di media sosial saat foto gantengnya menjadi viral di TikTok dan Twitter.
Kini unggahan instagramnya bisa mendapat likes sebesar 14-20 ribu.
Banyak yang mulai menyadari profilnya di media lokal cenderung mengikuti naratif umum: muda, lajang, dan siap menjadi pemimpin lokal termuda di Indonesia.
Hasil perhitungan cepat awal tunjukkan jika Aditya menang 60% surat suara di Tuban.
Aditya hanyalah sebagian dari 'budidaya' pemimpin lokal muda yang terkenal dari pemilihan regional, yang tunjukkan bagaimana masa depan kepemimpinan di Indonesia.
Jalan dari pemimpin regional menjadi pemimpin nasional sudah dijadikan cara utama para pemimpin muda ini tumbuh, salah satunya dengan mencontek Jokowi, yang dulunya Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta dan kini menjadi Presiden Republik Indonesia.
Ben Bland, direktur program Asia Tenggara di lembaga penelitian Syndey, Lowy Institute, mengatakan "pilkada penting untuk pemimpin individu tunjukkan dirinya, lebih-lebih dengan sudah ada Jokowi menjadi contoh, alamiah melihat banyak yang berambisi menjadi presiden mulai menapaki jalan yang sama.
"Ini merupakan ujian untuk kemampuan politik individu, kemampuan berkampanye, bekerja bersama partai politik yang bervariasi serta untuk menangkap perhatian media."
Pilkada ini juga ternyata mendapat antusias yang tinggi dari masyarakat, dengan jumlah penyumbang suara sekitar 60% dari jumlah masyarakat.
Perbandingannya adalah dengan pemilu AS, sejumlah 66.7% merupakan jumlah penyumbang suara, tapi hanya 35 juta warga memilih secara langsung.
Dengan ini, pilkada sudah jelas menjadi gambaran pemilu presiden 2024 mendatang.
Sudah jelas terlihat politik dinasti akan menguat sampai pemilihan presiden besok, fakta ironis mengingat Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di Indonesia.
Ada tiga sosok penting yang merebak dari politik dinasti: Gibran, anak pertama Jokowi, Bobby Nasution, menantu Jokowi yang akan menjadi walikota baru di Medan, dan Aditya yang merupakan putra mantan Bupati Tuban dua periode.
Dengan ini, tinggal menjadi tugas elit politik menentukan kontestan pemilihan presiden 2024 mendatang, dan rekam jejak tidak menjamin nama seseorang akan diusung suatu partai.
"Dalam pemilihan presiden 2024 mendatang, kemungkinan besar akan ada kemiripan persaingan politik dan aspirasi politik yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya," jelas Bland.
"Warga Indonesia ingin pemimpin yang efektif, responsif dan bebas dari korupsi, tapi sistem politik malah hadirkan dinasti dan kekuasaan masih bertitik di partai yang bisa berkuasa."
Menariknya lagi, pilkada ini tunjukkan kecenderungan partai-partai membentuk koalisi dengan kelompok musuh untuk mempromosikan ideologi baru untuk mendukung kandidat tertentu.
Nominasi Aditya sendiri didukung oleh Golkar, koalisi dari Jokowi, dengan dua partai oposisi: Partai Demokrat dan PKS.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini