Penulis
Intisari-online.com -Saat Indonesia memperjuangkan kemerdekaannya dari Belanda, perasaan Belanda rupanya campur aduk.
Sementara banyak dari para pejuang kemerdekaan berjuang untuk akhirnya merdeka menjadi negara berdaulat, rupanya Belanda waktu itu merasa kesulitan akan datang jika kehilangan Hindia Belanda (sekarang Indonesia).
Sampai-sampai kala itu muncul ungkapan dalam pers Belanda, pada dekade 1940-an.
Ungkapan tersebut berbunyi 'Indisch Verloren, Ramspoed Geboren' yang menggunakan bahasa Belanda.
Arti ungkapan itu sendiri adalah 'Hindia hilang, kesengsaraan datang'.
Ungkapan itu digunakan untuk mengungkapkan kekhawatiran nasib Belanda saat Hindia Belanda tidak lagi dikuasai Belanda.
Rupanya, ungkapan ini berasal dari zaman Perang Dunia I.
Ungkapan menyebar lewat Onze Vloot (Armada Kita).
Onze Vloot adalah kelompok pecinta maritim dari Belanda.
Mereka terdiri dari pelaut sipil dan anggota angkatan laut yang berhalauan nasionalis-konservatif.
Wikipedia menuliskan, penyokong utama Onze Vloot salah satunya adalah W.V Rhemrev, seorang perwira KNIL.
Ia juga pendukung utama aksi Indie Weerbar (Pertahanan Hindia), sebuah milisi Hindia Belanda.
Munculnya ungkapan itu menjadi sebuah judul buku oleh Brill Sandberg pada 1914 lalu.
Sedangkan ungkapan serupa lainnya yaitu Indisch is de kurk waarop Nederland drijft, yang berarti "Hindia adalah gabus di mana negeri Belanda terapung-apung."
Ungkapan tersebut dibuat oleh Jean Chretien Baud.
Ironisnya, ungkapan itu menjadi sumber ketakutan Ratu Belanda, dan menyebabkan kelompok konservatif Belanda memajukan Agresi Militer Belanda.
Agresi Militer Belanda sejatinya adalah luapan emosi Belanda karena takut kehilangan Indonesia.
Mengulik sejarah, semenjak Indonesia merebut kemerdekaan dari Jepang, Belanda 'nebeng' pasukan Sekutu yang masuk ke Indonesia.
Mundur ke beberapa tahun sebelum tahun 1945 tepatnya pada 7 Desember 1942, Ratu Wilhelmina berpidato menggunakan bahasa Inggris.
Saat itu NAZI Jerman tengah menduduki Belanda, sampai semua aparatus negara mengungsi ke London.
Pemerintahan pelarian didirikan Belanda di kota pelarian itu.
Ratu memuji rakyat Hindia Belanda (bahkan disebut sebagai 'Indonesia') atas peran mempertahankan diri dari serbuan Jepang.
Indonesia bahkan diberi janji manis berupa bentuk pemerintahan baru setelah Perang Dunia II berakhir.
Perang Dunia II segera berakhir pada 1945, dan keresahan setelah perang muncul di negeri penjajah Indonesia tersebut.
Banyak warga khawatir bagaimana mengatasi perekonomian yang porak poranda akibat perang.
Lebih-lebih muncul kenyataan dekolonisasi besar-besaran sedang terjadi di mana-mana, dan Hindia Belanda juga ikut memerdekakan diri menjadi Republik Indonesia.
Konon katanya, Presiden Soekarno dituduh oleh kalangan masyarakat Belanda sebagai 'kolabolator Jepang' dan mendirikan pemerintahan semrawut, tidak becus mengurus diri sendiri dan gagap memelihara perdamaian.
Belanda kemudian merasa perlu turun tangan sebagai pembawa peran tugas suci kolonial yang telah menjadi tugas mereka selama ratusan tahun, yaitu memberantas segala ketidakberesan dan menegakkan rust en orde (ketenteraman dan ketertiban) di negeri jajahan.
Bahkan bila perlu, senjata akan dipakai, sebuah hal yang kemudian mengarah kepada Agresi Militer Belanda.
Sejarah mencatat Agresi Militer Belanda terjadi dua kali, pertama pada 21 Juli 1947 yang biasa disebut Operatie Product.
Latar belakang Agresi Militer Belanda I yaitu keinginan Belanda menjaga negara koloninya kembali, Indonesia menolak ancaman dari Van Mook untuk menarik tentara Indonesia sejauh 10 km dari garis demarkasi, dan Belanda ingin menguasai sumber daya alam Indonesia.
Belanda takut ekonomi mereka hancur setelah perang dan kehilangan koloni kesayangannya, Hindia Belanda, karena Hindia Belanda memang memberikan kekayaan melimpah bagi Belanda.
Agresi Militer Belanda I diancarkan pada tanggal 20 Juli 1947 tengah malam, pasukan Belanda bergerak dari Jakarta dan Bandung menduduki Jawab Barat.
Tidak hanya mereka, pasukan Belanda di Surabaya kemudian bergerak untuk menguasai Madura dan Jawa Timur.
Sementara pasukan Belanda di Semarang bergerak untuk menguasai Jawa Tengah.
Pulau Jawa diprioritaskan karena kawasan pelabuhan pesisir utara, perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.
Sementara itu Belanda juga bergerak di Sumatra untuk menguasai perkebunan di sekitar Medan dan tambang minyak dan batubara di Palembang.
Dunia segera mengecam aksi Belanda lancarkan Agresi Militer I ke Indonesia, dan segera setelah India dan Australia mengajukan permasalahan tersebut di agenda sidang Dewan Keamanan PBB pada 31 Juli 1947, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi berisi himbauan kepada Belanda dan Indonesia untuk menghentikan pertempuran fisik dan mengadakan gencatan senjata.
Ironisnya, ketakutan Belanda tadi terbukti tidak berdasar, 'Indisch Verloren, Ramspoed Geboren' hanyalah mitos belaka karena pemulihan ekonomi Belanda berlangsung sangat singkat, lebih-lebih setelah menerima bantuan dana dari AS melalui skema Marshall Plan.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini
s