Find Us On Social Media :

Gunakan Pesawat Garuda untuk Sembunyikan Presiden Kamboja hingga Seludupkan Senjata ke Afghanistan, Inilah Misi Rahasia Super Nekat yang Pernah Dilakukan Soeharto Ketika Jadi Presiden Indonesia

By Mentari DP, Rabu, 2 Desember 2020 | 14:50 WIB

Soeharto.

Intisari-Online.com - Soeharto memimpin Indonesia selama 32 tahun lamanya.

Selama itu, tentu Soeharto melakukan banyak hal untuk Indonesia. Termasuk beberapa operasi intelijen.

Biasanya untuk operasi intelijen, Soeharto akan mengutus intelijen andalannya, Benny Moerdani dan memerintahkan berbagai misi super rahasia di sejumlah negara.

Contohnya saja misi pembelian 32 pesawat tempur bekas A-4E Skyhawk milik Israel pada 1979.

Baca Juga: Gunung Semeru Meletus dan Memuntahkan Lava Panas: Intip Apa yang Terjadi pada Pria Ini Ketika Lava Panas Gunung Api Mengenai Tubuhnya, Kakinya Sampai Hancur!

Meski tak punya hubungan diplomasi, pesawat-pesawat tempur itu berhasil diboyong ke Indonesia dan memperkuat TNI AU.

Misi super rahasia pengiriman ribuan senjata ke pejuang Afghanistan juga berjalan tanpa kendala.

Semua misi terlesaikan berkat Benny Moerdani.

Ada satu lagi misi super rahasia yang dijalankan Benny Moerdani di Kamboja, dengan perintah Soeharto tentunya.

Misi Soeharto kala itu adalah menyembunyikan presiden Kamboja, Lon Nol dari kejaran kubu komunis di negaranya.

Melansir dari buku berjudul 'Benny Moerdani Yang Belum Terungkap', tahun 1975 adalah masa genting bagi Kamboja.

Baca Juga: Ogah Ikut Campur Konflik Amerika dan China, Indonesia yang Jadi Militer Terkuat di ASEAN Berani Tolak Kunjungan Pesawat Mata-mata, 'Kami Tidak Mau Ditipu Lagi'

Pemberontakan kubu komunis Khmer Merah yang dipimpin oleh Saloth Sar menghebat, membuat pasukan Lon Nol terpukul.

Pembantaian terjadi hampir di seluruh Kamboja, dan Lon Nol termasuk target pembantaian tersebut.

Amerika Serikat yang mendukung Lon Nol, bermaksud melarikan sekutunya itu ke tempat yang aman.

Di titik itulah Soeharto selaku presiden Indonesia mengambil langkah berani.

Sebagai sekutu Amerika Serikat, Indonesia bersedia menyembunyikan Lon Nol dengan dalih kunjungan diplomatik.

Soeharto bersedia membantu Amerika Serikat dengan menerima kedatangan Lon Nol di Bali.

Pada 1 April 1975, di bawah ancaman kubu komunis, Lon Nol berangkat menuju Ngurah Rai, Bali.

Benny Moerdani sampai menyewa pesawat Garuda untuk memberangkatkan Lon Nol.

Rombongan Lon Nol bertemu dengan Soeharto di Bali pada 5 April 1975.

Dalam pertemuan tersebut, Soeharto mendukung pemerintah Lon Nol tapi tak bersedia jadi penengah antara kubu komunis dengan Lon Nol.

Di samping itu, pendiri CSIS Jusuf Wanandi mengatakan bahwa Indonesia secara rahasia juga mengirim senjata AK-47 kepada Lon Nol melalui Amerika Serikat.

Sebagai gantinya, Indonesia mendapat ribuan senjata M-16 buatan Amerika Serikat.

Baca Juga: Indonesia Saja Sengaja Tak Mau Terlibat Konflik dengan China, Mendadak Malaysia Malah Berani Tantang Negeri Panda, Padahal Sudah Jelas Akan Kalah Jika Berperang

Dalam buku berjudul 'United States and Cambodia, 1969-2000: A Troubled Relationship', Kenton Clymer menulis setidaknya lima kali Indonesia mengirimkan senjata.

Pengiriman kelima terjadi pada November 1970, Clymer mencatat Indonesia mengirim 1770 senapan AK-47 pada bulan itu.

Dan sebagai imbalannya, Indonesia mendapat 5880 senapan M-16 dan 54 ribu amunis.

Misi di Afghanistan dan Israel

Benny Moerdani juga pernah sukses menyelundupkan 2000 senjata ke Afghanistan.

Hal ini berawal saat pasukan Uni Soviet akan menduduki Afghanistan, sehingga membuat Amerika Serikat yang sedang perang dingin pun mulai gusar.

Indonesia di bawah kepemimpinan Soeharto yang saat itu memang dekat dengan Amerika Serikat, lantas memutuskan untuk membantu.

Soeharto mengutus Asisten Intelijen Pertahanan dan Keamanan, Benny Moerdani untuk bertemu dengan kepala intelijen Pakistan.

"Pertemuan itu membahas permintaan pejuang Afghanistan dan intelijen Pakistan untuk penyediaan logistik, obat-obatan, dan persenjataan buat pejuang Afghanistan" kata Marsekal Madya (Purn) Teddy Rusdy yang saat itu menemani Benny.

Lalu, disepakatilah operasi bersama yang diberi nama Babut Mabur atau permadani terbang.

Operasi ini untuk mengirimkan senjata-senjata sumbangan dari Uni Soviet yang diterima Indonesia saat Trikora, diserahkan kepada pejuang Afghanistan.

Tentu saja atas persetujuan Presiden Soeharto.

Baca Juga: Gunung Semeru Meletus: Beda Dari Gunung Api Lainnya, Kata Ilmuwan NASA Jika Gunung yang Sebabkan Seluruh Dunia Gelap Ini Meletus, Maka Itu Berita Bahagia Bagi Kehidupan Umat Manusia

Teddy Rusdy dalam buku biografinya yang berjudul "Think Ahead" menyebut senjata itu diangkut ke Jakarta dan dismpan di bandara Halim Perdanakusuma.

"Waktu itu terkumpul 2000 pucuk senjata, cukup untuk dua batalion" kata Teddy.

Pekerjaan berikutnya, Teddy diperintah Benny untuk menghapus nomor seri senjata-senjata itu.

Baru pada Juli 1981, persiapan pengiriman mulai dilakukan.

Semua senjata dimasukkan ke peti dan diberi tanda palang merah.

Sebagai kamuflase, peralatan tempur ini dicampur dengan obat-obatan dan selimut.

Teddy juga ditugasi Benny mengantar peti-peti tersebut dengan kargo udara, memakai Boeing 707 milik Pelita Air.

Pesawat ini diawaki kapten Arifin, Andullah, dan Danur.

Seluruh aktivitas Teddy dipantau Benny dari Jakarta.

Benny juga meminta Teddy terus berkomunikasi menggunakan scrambler atau peralatan komunikasi milik intelijen.

Saat pesawat mendarat, intel Pakistan sudah siaga dengan membawa 20 truk.

Misi penyelundupan senjata pun sukses dan berhasil diterima oleh pejuang Afghanistan.

Baca Juga: Covid Hari Ini 2 Desember 2020: Total Kasus Jadi 543.975 Orang, Kasus Harian Tembus 5.000 Kasus, hingga Zona Merah di Indonesia Bertambah Jadi 50 Daerah, Ini Rinciannya

Nama sandi misi super rahasia selanjutnya adalah Operasi Alpha, diambil dari huruf depan pesawat A-4E Skyhawk yang akan dibeli.

Pembelian pesawat tempur bekas A-4E Skyhawk secara diam-diam ini dilakukan karena Indonesia saat itu tak punya hubungan diplomatik dengan Israel.

Mantan Kepala Staf TNI AU Marsekal (Purn) Ashadi Tjahjadi dalam bukunya berjudul 'Loyalitas Tanpa Pamrih', menceritakan Benny Moerdani memberikan ancaman kepada para anggota yang ikut dalam misi super rahasia itu.

Benny mengancam tidak akan mengakui kewarganegaraan mereka jika misi ini gagal.

"Yang ragu-ragu silahkan kembali sekarang" ucap Benny di dalam buku Ashadi Tjahjadi.

Misi super rahasia ini cukup merepotkan intelijen Indonesia karena harus mengirim tim mulai dari teknisi hingga pilot, tentunya dengan diam-diam.

Semua identitas prajurit yang dikirim dalam misi ini dibuang di laut Singapura.

Bahkan, untuk menjaga kerahasiaan, mereka menyebut Israel dengan Arizona (negara bagian AS).

Djoko Poerwoko, salah satu anggota tim, dalam bukunya berjudul 'Menari di Angkasa', menceritakan bahwa awalnya mereka terbang ke Frankfurt, Jerman.

Setelah beberapa kali ganti pesawat, mereka tiba di bandara Ben Gurion, Tel Aviv, Israel.

Di sana, para pilot itu langsung digiring petugas tanpa sempat menyerahkan surat jalan.

"Betapa hebatnya agen rahasia Mossad (intelijen Israel) yang dapat cepat mengenali penumpang gelap tanpa paspor" kata Djoko dalam bukunya.

Baca Juga: Sudah Masuk Bulan Desember, Presiden Jokowi Tambah Libur Nasional, Seperti Ini Jadwal Libur Panjang dan Tahun Baru 2021, Catat Ya!

Misi super rahasia Operasi Alpha berakhir pada 20 Mei 1980.

Tim ini kemudian pulang ke Indonesia melalui Washington.

Kemudian mereka ke Arizona, masuk ke pangkalan US Marine Corps.

Selama tiga hari mereka menjalani pelatihan versi Marine Corps, dan pada hari terakhir mereka diwajibkan berfoto dengan A-4E Skyhawk milik AS.

"Ini sebagai kamuflase intelijen" kata Djoko dalam bukunya.

Kembali ke Indonesia, mereka memamerkan Skyhawk ke publik pada peringatan HUT ABRI, 5 Oktober 1980.

(Putra Dewangga Candra Seta)

(Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul "Misi Super Rahasia Soeharto: Sembunyikan Presiden Kamboja dari Kejaran Komunis & Kirim Ribuan AK-47")

Baca Juga: Optimis Kalahkan Amerika dari Sektor Teknologi, China Sukses Daratkan Pesawat Ruang Angkasa Robot di Bulan, Geser Rekor Uni Soviet 44 Tahun