Diungkapkan Oleh Media Inggris Ini, Inilah Sosok 7 Jenderal Indonesia yang Pernah Dituduh Oleh PBB Melakukan Kekejaman di Timor Leste, Salah Satunya Jenderal Besar Ini

Afif Khoirul M

Penulis

Rakyat Timor Leste memilih utuk merdeka, hal itu membuat wilayah itu dinyatakan sebagai sebuah negara yang berdiri sendiri.

Intisari-online.com - Pada tahun 1975, Indonesia menginvasi Timor Timur (sebelum berganti menjadi Timor Leste), melakukan pencaplokan pada wilayah bekas penjajahan Potugis.

Setelah 24 tahun melakukan perjuangan, rakyat Timor Leste menyerukan kemerdekaan pada tahun 1999.

Namun, seruan kemedekaan itu diwarnai pertumpahan darah oleh milisi pro-Indonesia di mana lebih dari 1.000 orang, diperkirakan tewas.

Dakwaan PBB mengatakan milisi tersebut bertindak dengan dukungan militer Indonesia.

Baca Juga: Ngakunya Tidak Punya Kasus Covid-19, Korea Utara Malah Sampai Perintahkan Sekolah-sekolah Ditutup, Rupanya Begini Temuan Kasus Covid-19 di Siswa Korea Utara

Hingga kemudian, PBB juga melakukan referendum pemungutan suara untuk menentukan kemerdekaan Bumi Lorosae.

Tahun 2002 dilakukan referendum untuk menegaskan keinginan rakyat Timor Leste, memilih merdeka atau berada di bawah Indonesia.

Rakyat Timor Leste memilih utuk merdeka, hal itu membuat wilayah itu dinyatakan sebagai sebuah negara yang berdiri sendiri.

Namun, meski telah merdeka kerugian besar dialami Timor Leste, invasi Indonesia meninggalkan kerusakan dan kematian yang cukup besar.

Baca Juga: Negara-negara Miskin Ini Tak Sanggup Gelontorkan Anggaran Pertahanan Besar, Punya Militer Paling Miskin di Dunia, Negara Mana Saja?

Dalam hal ini, PBB juga menuduh beberapa pejabat hingga jenderal Indonesia yang terlibat dalam pertumpahan darah di Timor Leste.

Diungkap Media Inggris The Guardian, tahun 2003, Jenderal Wiranto dianggap sebagai salah satu yang bertanggung jawab atas pertumpahan darah tersebut.

Dia didakwa oleh PBB bersama dengan enam jenderal lainnya, termasuk mantan gubernur Timor Letse Abilio Soares.

Namun, waktu itu Indonesia menolak menyerahkan salah satu terdakwa ke pengadilan di Dili, ibu kota Timor Leste.

Jakarta memilih menolak untuk menghormati surat perintah penangkapan PBB, dan mengatakan akan mengabaikan permintaan PBB tersebut.

"Dia (Jenderal Wiranto) adalah orang bebas. Mengapa mengambil tindakan?" kata Menteri Luar Negeri Indonesia kala itu, Hassan Wirayuda. "

"Siapa yang memberi mandat kepada (PBB) untuk mendakwa orang Indonesia, atas dasar apa, wewenang apa?" katanya.

PBB mengatakan dalam sebuah pernyataan, "Semua terdakwa telah dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan karena pembunuhan, deportasi dan penganiayaan."

Kejahatan yang dituduhkan semuanya dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis yang ditujukan terhadap penduduk sipil Timor Timur dan secara khusus menargetkan mereka yang diyakini sebagai pendukung kemerdekaan Timor Timur.

Baca Juga: Negara-negara Miskin Ini Tak Sanggup Gelontorkan Anggaran Pertahanan Besar, Punya Militer Paling Miskin di Dunia, Negara Mana Saja?

Mandat pengadilan Dili mencakup semua kejahatan yang dilakukan pada tahun 1999 di Timor Timur, terlepas dari apakah tersangka orang Timor-Leste atau orang Indonesia.

Pada waktu itutelah didakwa 178 orang, tetapi 106 dari mereka termasuk 12 tentara Indonesia tetap bebas di Indonesia.

Namun, Indonesia belum mengirimkan satupun warganya ke Timor Leste untuk diadili dalam kasus-kasus tersebut.

Jaksa di Dili telah mengirimkan surat perintah untuk delapan surat dakwaan terakhir ke kantor jaksa agung dan akan meneruskannya ke badan penegakan hukum internasional, Interpol.

Di bawah hukum Timor Lorosae, dakwaan tersebut memiliki hukuman maksimal 25 tahun penjara.

"Saya menerima bahwa saat ini kami tidak dapat menjalankan surat perintah penangkapan itu," kata Stuart Alford, seorang jaksa penuntut di unit kejahatan berat di Dili.

"Tapi itu tidak berarti kami adalah satu-satunya orang yang dapat memainkan peran mereka dalam hal ini. Sekarang terserah orang lain di luar kantor kejaksaan di Timor Leste untuk memutuskan ke arah mana penyelidikan dan penuntutan ini akan diambil," katanya.

Kelompok hak asasi manusia, yang telah lama menyerukan agar Jenderal Wiranto dimintai pertanggungjawaban atas peristiwa Agustus 1999.

Surat dakwaan tersebut menuntut Jenderal Wiranto, enam jenderal yang bertanggung jawab atas keamanan di Timor Leste dan mantan gubernur Soares dengan pendanaan, pelatihan dan mempersenjatai milisi pro-Indonesia yang bergabung dengan militer Indonesia dalam membunuh lebih dari 1.000 orang dan memaksa 250.000 orang Timor untuk melarikan diri.

Baca Juga: Jadi Militer Terkuat di Asia Tenggara, Hanya Indonesia yang Berani GantiNama Laut China Selatan Jadi Laut Natuna Utara, China Langsung Mencak-mencak Tak Terima Tapi Tanah Air Tak Peduli

Keenam jenderal tersebut adalah Mayjen Zacky Anwar Makarim, Mayjen Kiki Syahnakri, Mayjen Adam Rachmat Damiri, Kolonel Suhartono Suratman, Kolonel Mohammad Noer Muis, dan Letkol Yayat Sudrajat.

Tahun 2002 Indonesia membentuk pengadilan hak asasi manusia khusus untuk menangani kasus-kasus yang meliput kekerasan di Timor Timur.

Beberapa dari mereka yang didakwa hari ini termasuk di antara 18 pejabat militer dan polisi yang telah diadili di Jakarta atas dugaan keterlibatan mereka dalam kekerasan tersebut.

Soares telah dijatuhi hukuman tiga tahun, tetapi tetap bebas saat naik banding, sementara persidangan Damiri dan Pak Suratman terus berlanjut.

Yayat Sudrajat telah dibebaskan dari semua tuduhan.

Jakarta menunjuk persidangan sebagai bukti komitmennya untuk menjamin keadilan.

Tapi aktivis hak asasi manusia mengkritik persidangan, Karena secara total, hanya empat tersangka yang dinyatakan bersalah.

Surat dakwaan hari ini menuduh orang-orang itu terlibat dalam 280 pembunuhan dalam 10 serangan terpisah.

Diantaranya adalah pembantaian gereja di Liquica, serangan terhadap rapat umum di Dili dan serangan terhadap kompleks gereja di Dili.

Artikel Terkait