Penulis
Intisari-Online.com - Minggu (8/11/2020) Azerbaijan berhasil merebut Shusha, kota penting di Nagorno-Karabakh, dan dua hari kemudian Baku mengatakan Armenia menyerah.
Turki sebagai sekutu Azerbaijan pun mengklaim telah memenangkan keuntungan signifikan, usai disepakatinya gencatan senjata total antara Azerbaijan dengan Armenia pada Selasa (10/11/2020) yang efektif sejak dini hari.
Gencatan senjata total yang ditengahi Rusia itu membuat perang di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh yang telah berlangsung selama 6 pekan berakhir sementara.
Dilansir dari Asia Times pada Senin (26/10/2020), momentum kemenangan Azerbaijan didapat beberapa jam setelah gencatan senjata yang ditengahi AS gagal.
Saat itu Azerbaijan memiliki beberapa opsi.
Mereka sudah maju sampai medan terbuka di sepanjang perbatasan Iran, dan bisa dengan cepat mendekati koridor Lachin yang strategis.
Masalahnya, pasukan Azerbaijan mulai kewalahan dan para prajurit Karabakh telah mundur ke dataran tinggi berhutan.
Pilihannya saat itu adalah mengikuti logika militer atau memilih berdiplomasi dengan keuntungan politik yang besar.
Dalam logika militer, Azerbaijan bisa fokus pada penyerangan di koridor Lachin, jalur krusial antara Karabakh dan Armenia.
Keberhasilan menduduki Lachin akan memutus pasokan dan aliran bala bantuan ke Karabakh, membuat orang-orang Armenia Karabakh terkurung selama berbulan-bulan.
Namun bagi Azerbaijan yang ingin menguasai penuh Karabakh, itu tidak akan cukup karena kurang menguntungkan dalam sisi politik dan tidak memenuhi ekspektasi untuk meraih kemenangan total.
Kemudian pilihan kedua adalah berbelok dari koridor Lachin untuk menyerang kota Shusha (atau Shushi) di dalam Karabakh itu sendiri.
Sebagai pusat budaya bersejarah, kota Shusha akan menawarkan imbalan politik yang signifikan bagi pemerintahan Presiden Ilham Aliyev, untuk meningkatkan posisi tawar diplomatik Baku dalam negosiasi apa pun di masa mendatang.
Akan tetapi strategi itu menyimpan risiko besar.
Militer Azerbaijan bisa terjebak perang gerilya yang lebih intens, karena pasukan Karabakh memiliki keuntungan dalam mobilitas dan daya kejut.
Winter is coming
Seperti yang dicatat oleh beberapa pengamat militer Barat kepada Asia Times, serangan "gigi ke ekor" Baku tidak punya daya tahan logistik.
Pasukan penyerang Azerbaijan juga menyebar terlalu tipis.
Kondisi ini akan menjadi bumerang jika dilanjutkan, karena setiap serangan balasan oleh prajurit Armenia Karabakh hanya akan mendapat sedikit perlawanan dari militer Azerbaijan yang terekspos.
Faktor penghalang lainnya bagi Azerbaijan adalah musim dingin yang semakin dekat, dan bisa memangkas jarak pandang karena medan pegunungan tertutup salju dan tak bisa dilewati.
Namun dengan ambisi Presiden Ilham Aliyev untuk menggenggam kemenangan total, Azerbaijan mengambil risiko itu.
Mereka pun bergerak menuju Shusha dan medan tempur bergeser ke kota di puncak bukit tersebut, yang termasuk salah satu kota kunci di Nagorno-Karabakh.
Shusha berada di jalan utama yang menghubungkan Nagorno-Karabakh dengan wilayah Armenia.
Kota itu mendukung para separatis yang menginginkan kemerdekaan Karabakh.
Meski perang berlangsung sengit, manuver yang dilakukan Azerbaijan membuahkan hasil.
Ilham Aliyev pada Minggu (8/10/2020) menyatakan, pasukannya berhasil merebut Shusha dari separatis Armenia.
"Dengan kebanggaan dan kebahagiaan besar, saya menginformasikan kota Shusha sudah dibebaskan," kata Aliyev dalam pidato di televisi yang dikutip Kompas.com dari AFP.
Aliyev juga menyatakan 8 November akan diingat rakyat Azerbaijan sebagai hari di mana mereka mengembalikan Shusha.
Gencatan senjata
Dua hari setelah Shusha lepas dari tangan Armenia, PM Nikol Pashinyan mengumumkan, dia menandatangani gencatan senjata dengan Azerbaijan dan Rusia di Nagorno-Karabakh.
"Saya telah menandatangani kesepakatan dengan Presiden Azerbaijan dan Presiden Rusia," terang Pashinyan dalam rilis di Facebook.
"Langkah yang diambil ini tidak hanya menyakitkan bagi saya, namun juga seluruh rakyat," lanjut PM yang juga seorang jurnalis itu.
Dikutip AFP pada Senin (9/11/2020), PM Armenia sejak Mei 2018 itu menerangkan perjanjian bakal diterapkan mulai pukul 01.00 waktu setempat pada Selasa (10/11/2020).
Pernyataan yang dibuat Pashinyan pun resmi mengakhiri perang dua negara di Nagorno-Karabakh, yang pecah sejak 27 September.
"Saya memutuskan ini setelah menganalisis secara mendalam situasi yang dihadapi militer," papar Pashinyan merespons perkembangan terbaru di Karabakh.
Dia merujuk kepada keterangan kelompok separatis etnis Armenia yang mengumumkan mereka kehilangan Shusha, yang adalah kota penting di Karabakh. Separatis menyatakan bahwa mereka terancam kehilangan Stepanakert yang merupakan ibu kota region di Kaukasus tersebut.
Oleh karena itu, Pashinyan menerangkan bahwa gencatan senjata tersebut meski menyakitkan merupakan solusi terbaik untuk rakyatnya.
Azerbaijan Catat Rekor Ciamik yang Belum Tentu Terulang Kembali dalam Sejarah Perang Manusia
Yang paling menarik adalah usai menang perang, senjata Azerbaijan sekaligus memenangkan kepemilikan senjata.
Hal ini sangat jarang terjadi dalam perang.
Armenia diperkirakan kehilangan sekitar 40 persen peralatannya, termasuk ratusan tank, kendaraan lapis baja, dan artileri.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari