Penulis
Intisari-online.com - Pemilu Amerika telah selesai digelar, dan kini sedang dalam masa perhitungan suara, yang mana diketahui Joe Biden adalah pemenangnya.
NBC News melaporkan bahwa Biden diproyeksikan akan memenangkan pemilu Amerika.
Namun, Presiden Donald Trump menyatakan belum menyerah, dan telah mengajukan tuntutan hukum di swing state di tengah klaim penipuan dalam pemilihan.
Sementara itu jika benar Joe Biden akan menjadi pemimpin baru Amerika dia telah merencanakan berbagai agenda dalam pemerintahannya.
Baca Juga: Bahayanya Jika Ada Suban Ditinggal di Dalam Kaki, Begini Cara Mengeluarkannya
Melansir NBC News Kamis (12/11/20), prioritas Biden adalah mengatasi krisis virus corona, dan kekhawatiran tentang ekonomi AS.
Tetapi selain itu, Amerika juga memiliki masalah dengan Korea Utara dalam hal senjata nuklir.
Oleh sebab itu, kemungkinan Joe Biden juga akan dibuat sakit kepala oleh Korea Utara dengan ancaman senjata nuklirnya.
Pasalnya, dalam sebuah laporan, setiap pergantian presiden Amerika, Korea Utara terus melakukan upaya berulang-ulang ini untuk menarik perhatian AS.
Baca Juga: 5 Militer Paling Kaya di Asia Tenggara, Salah Satunya Malaysia
Korea Utara dapat melakukan uji coba senjata nuklir, untuk membuktikan kehadirannya.
"Dalam beberapa minggu mendatang mungkin Korea Utara akan melakukan uji coba rudal balistik nuklir atau jarak jauh untuk mengirim pesan yang kuat kepada presiden yang akan datang,” kata Evans Revere, seorang rekan senior non-residen di Brookings Institution.
"Sementara Biden ingin menempatkan masalah lain, termasuk masalah domestik, di bagian atas daftar prioritasnya," katanya.
"Pyongyang memiliki cara untuk memaksa Amerika Serikat memperhatikan Korea Utara," imbuhnya.
Waqas Adenwala, analis Asia di The Economist Intelligence Unit, setuju dan memiliki pendapat sama.
"Korea Utara sering berusaha untuk tetap relevan dengan melakukan berbagai uji coba rudal dan ini akan memastikan bahwa masalah tersebut tetap menjadi prioritas utama kebijakan luar negeri," katanya.
Rezim tertutup meluncurkan rudal di awal pemerintahan Obama dan Trump.
Hubungan antara Washington dan Pyongyang telah mengalami pasang surut selama empat tahun terakhir.
"Presiden Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bertukar ancaman dan provokasi pada 2017," katanya.
"Tetapi kemudian bertemu dua kali pada pertemuan bilateral pada 2018 dan 2019 membahas denuklirisasi dalam upaya untuk meredam ketegangan," imbuhnya.
"AS menawarkan kemungkinan keringanan sanksi yang telah diberlakukan PBB terhadap Pyongyang sejak 2006, tetapi pembicaraan itu gagal mencapai banyak kemajuan," tutupnya.
Miliarder Mesir Naguib Sawiris, yang bisnisnya memegang lisensi telekomunikasi di Korea Utara, mengatakan kepada Hadley Gamble dari CNBC.
Bahwa Biden harus melanjutkan kebijakan Trump untuk berhubungan dengan Pyongyang.
"Saya bekerja di Korea Utara, dan saya tahu mentalitasnya. Ancaman dan intimidasi dan sebagainya, tidak akan berhasil dengan mereka," katanya.
"Apa yang akan berhasil dengan mereka adalah, kami menjangkau (menjangkau) mereka dan kami menguji ketulusan perdamaian mereka," imbuhnya.
"Bukan kepentingan kami, sebagai dunia bebas, untuk membuat China mendominasi bagian dunia ini dan membawa Korea Utara ke sisinya," jelasnya.
RezimKim Jong-Un meluncurkan rudal di awal pemerintahan Obama dan Trump.
Hubungan antara Washington dan Pyongyang telah mengalami pasang surut selama empat tahun terakhir.
Presiden Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bertukar ancaman dan provokasi pada 2017.
Tetapi kemudian bertemu dua kali pada pertemuan bilateral pada 2018 dan 2019 membahas denuklirisasi dalam upaya untuk meredam ketegangan.
AS menawarkan kemungkinan keringanan sanksi yang telah diberlakukan PBB terhadap Pyongyang sejak 2006, tetapi pembicaraan itu gagal mencapai banyak kemajuan.