“Waktu erupsi warga panik yang penting nyawa selamat. Tidak terpikir harus mengemas dokumen penting. Sertifikat milik mertua termasuk dokumen yang rusak. Untung ditaruh di bawah tikar, tapi kondisinya sudah pripil-pripil (nyaris kertasnya terpisah). Maka kami warga merasa sangat terbantu dengan program Titip Bandaku,” ujar Santi.
Susanti mengaku, ia masih trauma dengan erupsi Merapi 2010 lalu. Untuk mencegah hal serupa, arsip penting milik keluarga pun dibawanya untuk dialih-mediakan melalui Program Titip Bandaku. Santu menyebut, terdapat 10 berkas asli seperti sertifikat, ijazah, BPKB, serta surat nikah yang dibawanya untuk diselamatkan.
Tanggapan positif juga ditunjukan Jainu Rekso Giri. Tidak saja menyediakan gazebo rumahnya untuk pelayanan, tokoh masyarakat sekaligus Kaur Perencanaan Desa Balerante itu ikut mengumpulkan warga agar menyiapkan arsipuntuk dialih-mediakan.
“Warga Balerante itu masyarakat petani dan peternak. Maka kalau siang yang ada di rumah adalah kaum ibu. Karena jaraknya hanya 5 km dari puncak Merapi, ancaman erupsi itu pernah merusak rumah dan ternak warga," ujar Jainu.
Melalui kehadiran Titip Bandaku, Jainu menyebut, masyarakat menjadi lebih tenang dan tidak lagi khawatir akan kehilangan dokumen berharga.
"Dulu saat erupsi 2010 ada 98 rumah warga yang rusak dan 300 sapi warga yang mati. Belum lagi dokumennya. Dengan Program Titip Bandaku ini, minimal warga di daerah rawan bencana bisa tenang, karena dokumen berharga miliknya dilindungi negara” tutup Jaenu.