Penulis
Intisari-Online.com - Perangkap tank di pantai Pulau Kinmen adalah penanda yang jelas, bahwa Taiwan hidup di bawah ancaman invasi China terus menerus.
Ketakutan akan pecahnya konflik Taiwan-China saat ini mencapai titik tertinggi dalam beberapa dekade.
Taiwan belajar untuk hidup dengan peringatan dari Beijing bahwa China siap dan bersedia untuk merebut tempat yang mereka pandang sebagai bagian dari wilayahnya.
Tetapi, latar belakang statis itu telah mencapai tingkat yang sulit untuk diabaikan baru-baru ini, dengan jet tempur militer China sekarang menyeberang ke zona pertahanan Taiwan pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) merilis propaganda yang mensimulasikan invasi Taiwan, bahkan serangan terhadap pangkalan Amerika Serikat di Guam.
Sejak pertengahan 1990-an, ketika China menembakkan rudal ke Selat Taiwan pada saat-saat ketegangan yang meningkat, suara "pedang" itu sekarang kembali terdengar begitu keras.
Duduk di bawah paviliun di National Quemoy University di Kinmen, mahasiswa baru Wang Jui-sheng mengatakan, ia merasa lebih dari sedikit gelisah.
"China marah pada Taiwan dan bertindak semakin brutal," katanya kepada AFP seperti dilansir Channel News Asia.
"Saya khawatir tentang kemungkinan konflik militer antara kedua belah pihak, bahkan mungkin dalam waktu dekat," ujar dia.
Kinmen yang berpenduduk 140.000 jiwa terletak hanya 3,2 km dari China daratan dan dikuasai pasukan Nasionalis pada akhir perang saudara pada 1949 yang membentuk China dan Taiwan.
Ian Easton, penulis buku tentang perang, menyebutkan, dunia mengabaikan ketegangan yang berputar-putar di Selat Taiwan karena risikonya.
"Ini adalah titik nyala yang paling berbahaya, paling tidak stabil, dan paling berpengaruh di planet ini," kata Senior Director Project 2049 Institute, sebuah lembaga think tank yang mengkhususkan diri dalam urusan China-Taiwan, kepada AFP, seperti Channel News Asia lansir.
Apalagi, Presiden China Xi Jinping pernah menggambarkan pengambilalihan Taiwan sebagai "persyaratan tak terelakkan untuk peremajaan besar rakyat China", sebuah proyek yang ingin Beijing selesaikan pada 2049, tepat seratus tahun berdirinya Tiongkok.
Selama perjalanan bulan lalu ke pangkalan militer PLA, Xi mengatakan kepada pasukan untuk "mempersiapkan perang".
James Fanell, mantan direktur intelijen angkatan laut untuk Armada Pasifik AS, yakin China akan pindah ke Taiwan dalam beberapa bentuk dalam 10 tahun ke depan.
"Kenyataannya adalah China selalu punya rencana dan mereka berada di garis waktu," ujarnya, yang kini bergabung dengan Pusat Kebijakan Keamanan Jenewa, kepada AFP seperti dilansir Channel News Asia.
Sumber: Channel News Asia | Editor: S.S. Kurniawan
Artikel ini tayang di Kontan dengan judul China marah pada Taiwan, bertindak semakin brutal