Penulis
Intisari-Online.com- Beberapa waktu lalu, topik "Timor Leste" sempat menjadi perbincangan di media sosial Twitter, yaitu pada Rabu, (2/9/2020).
Berdasarkan daftar trending topik Twitter, istilah "Timor Leste" telah dibahas sebanyak 2.876 kali oleh pengguna Twitter lainnya.
Angka tersebut menjadikan istilah "Timor Leste" menjadi topik yang populer di Indonesia.
Isu warga Timor Leste yang ingin kembali bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mencuat.
Pasalnya, negara yang baru merdeka 21 Tahun lalu itu termasuk ke dalam negara termiskin di dunia.
Masih jelas dalam ingatan ketika warga Timor Leste ngotot ingin pisah dari Indonesia.
Bahkan Timor Leste menilai Indonesia sebagai negara penjajah.
Melalui refrendum yang dimotori Australia dan Portugal, tepat tanggal 30 Agustus 1999 Timor Leste resmi berpisah dari Indonesia.
Serambinews.com pada tanggal 1 September 2020 lalu, menebitkan sebuah artikel berita yang berjudul, “Dulu Ngotot Pisah, Kini Warga Timor Leste Ingin Kembali Bergabung dengan Indonesia, Ini Alasannya,”.
Pegiat media sosial dan penulis, Denny Siregar, turut berkomentar soal keinginan warga Timor Leste yang ingin kembali bergabung dengan NKRI.
Melalui akun Twitternya, @DennySiregar7 pada Kamis (3/9/2020) me-repost berita Serambinews.com dan turut berkomentar soal Timor Leste.
“Menjadi salah satu negara termiskin di dunia, Timor Leste nyesal pisah dari Indonesia. Kalian sih percaya gombalan Australi. Makan tuh, mereka habis manis sepah dibuang,” tulisnya.
Sementara itu, politisi Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean juga turut berkomentar persoalan Timor Leste yang ingin kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Dalam akun Twitternya @FerdinandHaean3, ternyata ia sejutu jika Indonesia menerima kembali Timor Leste menjadi bagian dari NKRI.
“Timor Leste ini sebuah wilayah tak punya sumber daya alam memadai, tanah tak begitu subur bahkan kering. Inilah akibat dari nasionalisme sempit yg tak melihat realita akhirnya kesulitan. Secara pribadi sy mendukung Timor Leste kembali ke Indonesia,” tulisnya.
Sementara itu, bukan rahasia lagi, jika Australia memang sangat menginginkan kekayaan alam di Timor Leste.
Menurut The Strategist, kemerdekaan Timor Leste tak lepas dari capur tangan Australia, dam setelah mereka Timor Leste terus didekati oleh Australia.
Salah satu yang sangat diinginkan adalah, batas laut yang kaya akan sumber minyak, yang telah lama diambil oleh negeri kangguru tersebut.
Dengan lepasnya Timor Leste dari Indonesia, akan membuatnya semakin mengandalikan ladang minyak tersebut.
Namun, tampaknya hubungan Australia mulai renggang dari Timor Leste, karena mereka belakangan lebih memilih untuk meminta bantuan ke China.
Mantan Perdana Menteri Timor Leste, Mari Alkatiri yang merupakan salah satu tokoh kunci mereka menyambut baik investasi dari China.
Menukil The Sydney Morning Herald dan The Age, ada rencana dari pemerintah untuk mengembangkan proyek minyak dan gas Greater Sunrise, sebagai bagian dari proyek Tasi Mane.
Untuk menggarap proyek besar itu, Timor Leste ternyata lebih memilih China ketimbang Australia.
Greater Sunrise memiliki sekitar 50 miliar dollar AS minyak dan gas dengan Australia yang kemungkinan akan menguasai 30% ladang itu setelah perselisihan berkepanjangan atas batas lautan.
Timor Gap, perusahaan milik Timor Leste hanya memiliki 56% Greater Sunrise, sedang berupaya untuk mengumpulkan pendanaan untuk proyek tersebut.
Melalui proyek Tasi Mane, di Greater Sunrise adalah proyek menjanjikan untuk mengubah nasib negeri itu keluar dari kemiskinan.
Namun, lebih dari 1 dekade tertunda, akibat sengketa batas laut dengan Australia.
Alkatiri prihatin, karena sebelumnya negaranya hanya bergantung pada satu negara yaitu Australia.
"Bagi saya pendanaan yang datang dari Australia dan China, kedua sisi itu lebih baik," katanya.
Canberra sendiri semakin khawatir dengan pengaruh China yang semakin tumbuh sebagai kekuatan ekonomi di seluruh Asia Tenggara, Pasifik, dan negara kecil seperti Papua Nugini, Solomon dan Vanuatu.
China telah membangun beberapa jalan baru di pantai selatan Timor Leste, menghubungkan bandara ke kota-kota pesisir, membangun istana presiden, gedung kementerian pertahanan, dan gedung kementrian luar negeri.
Bec Strating, dosen politik di Universitas La Trobe, yang menulis buku tentang Timor Leste mengatakan, "Bahwa satu-satunya penyandang dana di Timor Leste adalah China, itu adalah sesuatu yang dikhawatirkan Australia."
"Jika China satu-satunya pilihan, tampaknya itu akan diambil oleh para pemimpin Timor Leste," katanya.
Sementara itu, Xanana Gusmao, yang menjadi tokoh berpengaruh di Timor Leste, masih menggunakan sebagian besar dana perminyakan untuk membayar Tasi Mane.
Hal itu dilakukan jika tidak mendapat pendanaan dari negara lain atau sektor swasta.
Ini menjadi perhatian khusus, karena sekitar 90% anggaran tahunan Timor Leste didanai oleh perminyakan dan pada gilirannya memperoleh pendapatan dari ladang Bayu-Undan.
Tetapi Bayu-Undan semakin berkurang dan diperkirakan tahun 2030 ladang itu akan mengering, dan membuat keuangan publiknya berada di bawah tekanan eksistensial.
China bisa menjadi satu-satunya pilihan yang mungkin diambil oleh Timor Leste, meskipun langkah ini dinilai sangat mengkhawatirkan.
Fidelis Magelhaens, Menteri Reformasi Legislatif dan Urusan Parlemen dan pejabat Menteri Urusan Ekonomi, mengatakan, "negaranya siap menyambut semua pihak yang datang, untuk proyek Tasi Mane."
"Mengenai China, tentu saja dia bisa menjadi mitra, tetapi keputusan diambil didasarkan pada keuntungan finansial," katanya.
Ditanya soal apakah prihatin dengan pengaruh China, mereka mengatakan, "Perhatian utama adalah keuntungan politik dan sosial di Timor Leste."
"Australia juga negara kaya, mereka harus berbuat banyak di Timor Leste," ungkapnya.
Bayu Dwi Mardana Kusuma
Artikel ini telah tayang di Fotokita.id dengan judul "Bantah Nyesal Pisah dari Indonesia, Timor Leste Akhirnya Berani Pilih Negara Ini Buat Garap Mega Proyek, Australia Kebakaran Jenggot"