Penulis
Intisari-Online.com - Kegigihan warga Timor Leste untuk melepaskan diri dari Indonesia terbayar dengan diselenggarakannya referendum tahun 1999.
Kesempatan tak disia-siakan warga Timor Leste yang menginginkan kemerdekaan, hingga hasil referendum menunjukkan bahwa wilayah yang saat itu bernama Timor Timor tersebut akan mendapat kemerdekaannya.
Namun, itu hanya awal dari perjuangan Timor Leste selanjutnya untuk membangun sebuah negara.
Dua dekade kemudian, Timor Leste masih susah payah membangun di sana-sini untuk menjadi negara mandiri.
Melewati berbagai masa krisis, kemajuan ditunjukkan Timor Leste dalam mencapai perdamaian dan stabilitasnya.
Juga membangun lembaga demokrasi, memperluas layanan publik hingga menjangkau daerah pedesaan dan terpencil, serta meningkatkan infrastruktur dasar seperti listrik, jalan, dan fasilitas lainnya.
Namun, Timor Leste masih menghadapi banyak tantangan. Salah satunya adalah membangun fondasi pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Rupanya, sisa-sisa 'bumi hangus' milisi pro-integrasi atau pro-Jakarta usai referendum kemerdekaan menjadi salah satu yang membuat Timor Leste sibuk, menghambat fokusnya dalam hal lain. Bagaimana bisa?
Melansir lowyinstitute.org (17/9/2019), Selama 15 tahun terakhir, ketergantungan pada minyak telah menjadi ciri utama perekonomian Timor.
Meski dalam tren menurun, minyak bumi masih menyumbang lebih dari 40% dari keseluruhan PDB pada tahun 2017, dan lebih dari 90 persen dari total ekspor.
Di luar minyak bumi, sektor publik mendominasi, dengan konsumsi pemerintah dan investasi modal mencapai lebih dari seperempat PDB non-minyak.
Sebaliknya, pangsa sektor produktif seperti pertanian dalam PDB keseluruhan menurun dari 24% pada tahun 2000 menjadi 9,2% pada tahun 2016.
Sementara itu, pariwisata yang diharapkan memainkan peran penting dalam penciptaan lapangan kerja dan pendapatan, masih dalam tahap paling awal pembangunan.
Perjalanan hanya menyumbang 1,1% dari total ekspor barang dan jasa.
Demikian pula, manufaktur hampir tidak terlihat dalam struktur ekonomi saat ini.
Permintaan yang meningkat dalam konsumsi domestik dipenuhi oleh barang dan jasa impor, yang membuat industri dalam negeri semakin sulit untuk muncul.
Baca Juga: Kisah Pasien Sembuh dari Virus Corona, Cuma Satu Kunci Rahasia agar Bisa Sembuh, Apa Itu?
Profil demografis negara juga menciptakan tekanan ekonomi, karena 70% penduduknya berusia di bawah 30 tahun. Secara struktural, perekonomian tidak dapat mengatasi permintaan akan pekerjaan dan tingginya proporsi kaum muda.
Pekerjaan masih didominasi oleh pertanian subsisten, sumber mata pencaharian bagi lebih dari 70% penduduk di luar Dili.
Negara tidak dapat bergantung pada ekonomi domestik untuk membiayai kegiatannya, tantangan yang diakui secara luas oleh para politisi negara.
Minyak bumi terus memberikan sekitar 85% pendapatan dan pengeluaran tahunan. Pendapatan dalam negeri menyumbang kurang dari 20% belanja negara.
Padahal, berbagai bidang seperti pertanian, pariwisata, dan manufaktur, tersebut menjadi cara yang diharapkan menjadi mesin untuk pertumbuhan jangka panjang dan penciptaan lapangan kerja, mempersiapkan masa depan Timor Leste yang mandiri.
Ketika bidang-bidang tersebut yang harusnya mendapat fokus lebih untuk menjamin masa depan Timor Leste, namun pemerintah Timor Leste masih disibukkan dengan sektor infrastruktur.
Memang infrastruktur juga penting, namun jejak 'bumi hangus' di masa lalu membuat Timor Leste harus lebih bekerja keras, di mana 80% dari infrastruktur dasar dihancurkan oleh milisi pro-Jakarta, dengan dukungan militer Indonesia, setelah referendum kemerdekaan tahun 1999.
Sehingga, dari miliaran dolar yang diinvestasikan oleh donor internasional pada tahun-tahun berikutnya, sebagian besar telah digunakan untuk menutupi biaya administrasi lembaga bantuan internasional.
Sementara itu, kebutuhan masyarakat terhadap infrastruktur dasar terus meningkat, seperti terlihat dalam berbagai survei opini publik.
Memang, investasi pemerintah di bidang infrastruktur telah membawa beberapa dampak positif, sejauh pertumbuhan jangka pendek. Sekitar 80 persen dari total penduduk, misalnya, memiliki akses listrik.
Perbaikan penting lainnya terjadi pada pembangunan jalan, yang membantu orang-orang membawa produk ke pasar dan mengurangi biaya transportasi. Ini juga menghasilkan pekerjaan sementara di sektor bangunan.
Namun, tantangan ekonomi yang dihadapi negara memiliki penyebab yang lebih dalam. Meskipun sektor minyak bumi memberikan sebagian besar pendapatan negara, itu tidak menimbulkan dampak sekunder bagi ekonomi lokal, dan tidak mendorong pertumbuhan di sektor swasta domestik.
Kebanyakan kegiatan sektor swasta kecil dan belum matang, sangat bergantung pada pengeluaran pemerintah, dan terkonsentrasi di Dili. Di luar ibu kota, pertanian masih menjadi kegiatan ekonomi yang dominan.
Satu-satunya cara agar minyak bumi berdampak pada ekonomi domestik adalah melalui belanja negara, yang memberikan tekanan pada pemerintah dalam hal kebijakan fiskal.
Meskipun pengeluaran pemerintah dapat merangsang konsumsi domestik, permintaan konsumen hampir seluruhnya dipenuhi oleh barang dan jasa impor.
Selain itu, warisan kolonialisme, pendudukan, dan konflik selama berabad-abad terus mempengaruhi dinamika kekuasaan formal dan informal, administrasi publik, pengaturan kelembagaan, dan modal manusia.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari