Suka Foya-foya dan Main Wanita Tapi Punya Kekayaan Rp1.032 Triliun, Tak Disangka Ini Pabrik Uang Raja Thailand Vajiralongkorn yang Membuatnya Jadi Raja Terkaya di Dunia

Afif Khoirul M

Penulis

Vajiralongkorn mampu mengendalikan lebih banyak kekayaan dibandingkan Raja Saudi, Sultan Brunei, dan bahkan Kerajaan Inggris.

Intisari-online.com - Raja Thailand Maha Vajiralongkorn memang dikenal sebagai raja yang penuh dengan sensasi.

Dia dikenal telah melangsungkan pernikahan empat kali dan mengambil banyak selir, Vajiralongkorn lebih banyak menghabiskan waktu di Jerman daripada di negaranya sendiri.

Dilansir dari Reuters, demonstrasi besar-besaran dilakukan rakyat Thailand pada Juli 2020, meminta kemunduran Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha serta menuntut konstitusi baru yang menuntut pengakhiran gangguan terhadap aktivis.

Selain itu, demonstran di Thailand juga menyodorkan 10 tuntutan untuk mereformasi monarki. Mereka tidak ingin mengakhiri monarki, tetapi hanya mereformasinya.

Baca Juga: Ditangkap Polisi Dalam Kondisi Menyedihkan, Tua dan Sakit-Sakitan, Tetapi Begitu Terbongkar Kejahatan Masa Lalunya Seolah Dosa Kakek 72 Tahun Ini Sangat Sulit Diampuni

Para demonstran juga mengeluhkan biaya yang harus ditanggung negara karena sang raja tinggal di Jerman.

Raja Vajiralongkorn yang naik takhta sejak kematian ayahnya, Raja Bhumibol Adulyadej pada 2016, mengalihkan semua kepemilikan di perusahaan besar yang dikenal sebagai Biro Properti Mahkota (CPB) ke kepemilikan pribadinya.

Dengan itu, Vajiralongkorn mampu mengendalikan lebih banyak kekayaan dibandingkan Raja Saudi, Sultan Brunei, dan bahkan Kerajaan Inggris.

CPB merupakan salah satu kekayaan kerajaan terbesar di dunia. Perusahaan induk rahasia yang kepemilikan sahamnya ada di perusahaan-perusahaan blue chip Thailand, tepatnya di ibu kota Bangkok.

Baca Juga: Pria Cerdas Lulusan Universitas Kim Il Sung yang Bergengsi Ini DIduga Jadi Mata-mata dan Selundupkan Chip ke Pedagang China, Apa yang Terjadi?

Melalui biro tersebut juga, menurut Los Angeles Times, Vajiralongkorn mampu membayar semua beban yang dipanggulnya sebelum naik takhta; tuduhan korupsi terhadap orangtua, saudara laki-lakinya, dan pamannya yang juga diturunkan dari jabatan seniornya sebagai polisi.

Aset yang diperkirakan memiliki nominal 70 miliar dollar AS itu kini dituntut oleh gerakan pro-demokrasi yang meminta transparansi keuangan monarki dan batasan pada kekuatannya yang selama ini diketahui sangat luas.

“Ketika para pengunjuk rasa berbicara tentang monarki sebagai sebuah institusi, CPB adalah intinya,” kata Pongkwan Sawasdipakdi, dosen di Thammasat dan kandidat doktor dalam hubungan internasional di USC, seperti dikutip LA Times.

"Salah satu hal utama yang dipikirkan orang adalah bagaimana monarki dapat mengumpulkan kekayaan yang sangat tinggi dan kami benar-benar tidak tahu apa pun soal itu."

Dibuat sejak tahun 1936, CPB beroperasi "di dunia bawah" yang legal, tidak termasuk dalam lembaga pemerintah dan swasta, ataupun bagian dari istana.

Dewan direksi, yang dipilih sendiri oleh raja, tidak merilis laporan keuangan. Sebagian besar kepemilikannya tetap menjadi misteri.

Baca Juga: Sebelum Terjadi di Masa Tua, Ikuti 5 Langkah Mudah Mencegah Penyakit Osteoporosis, Salah Satunya Rutin Lakukan Latihan Fisik

Namun, portofolio biro tersebut memperkirakan Raja Thailand menjadi raja terkaya di dunia, dengan kepemilikan vila tepi danau di luar Munich, Jerman, dan menyewakan hotel di Pegunungan Alpen Bavaria.

Investasi terbesar biro ini ada di Siam Commercial Bank dan Siam Cement Group, industri konglomerat yang memegang 34 persen saham senilai 8 milliar dollar AS akhir tahun lalu.

Meski saham bank telah kehilangan setengah nilainya selama pandemi, sebanyak 342 juta dollar diberikan kepada raja pada tahun 2019.

Menurut jurnal yang ditulis Porphant Ouyyanont, seorang akademisi Thailand yang merupakan otoritas terkemuka di biro pada tahun 2015, raja mempunyai beberapa aset.

Raja memiliki kepemilikan tanah termasuk 5,5 mil persegi yang tersebar di distrik-distrik dengan nilai sewa tinggi di pusat ibu kota Bangkok.

Aset itu bernilai 32 miliar dollar AS pada tahun 2015, tetapi hanya sedikit yang digunakan untuk penyewaan komersial.

Pengawasan terhadap aset-aset ini telah lama dianggap tidak perlu karena monarki dan kepemilikannya telah "membuktikan diri mereka tidak membebani negara", tulis Porphant.

Baca Juga: Penguasa di Kedalaman Lautan, Inilah Kapal Selam Paling Mematikan di Dunia Milik Rusia yang Konon Bisa Menghancurkan Satu Negara, Apa Rahasianya?

Berbeda jauh dengan sang ayah

Apa yang dilakukan Raja Maha Vajiralongkorn hari ini sangat berbanding terbalik dengan sang ayah.

Ayahnya, mendiang Raja Bhumibol Adulyadej, yang memerintah selama 70 tahun, digambarkan sebagai sosok propaganda royalis yang begitu hemat.

Bahkan ketika Thailand tumbuh menjadi mesin ekonomi Asia Tenggara dan investasi putra mahkota yang kini menjadi raja, berlipat ganda nilainya.

Raja Vajiralongkorn kini berusia 68 tahun. Dengan keempat istri dan selir kerajaan, dia dan rombongannya lebih sering menghabiskan waktu di Jerman.

Baca juga: Menteri Jerman Larang Raja Thailand Memerintah dari Negara Mereka

Dari negara itu, dia bahkan membawa dua unit militer di bawah komandonya dan mengubah hukum yang mengizinkan dirinya memerintah dari luar negeri.

Hal itu mendapat protes dari Jerman dengan Menteri Luar Negerinya, Heiko Maas, menyatakan bahwa Raja Thailand tidak berhak menggelar kegiatan pemerintahan di negara mereka.

Diwartakan Kompas.com sebelumnya, Maas berkata dalam rapat dengar parlemen pada Rabu (7/10/2020), "Kami telah menegaskan politik yang menyangkut Thailand tidak boleh digelar di tanah Jerman."

Baca Juga: Gulungan Film Ditimbun di Kuburan, Disembunyikan di Celana Dalam, Satu-satunya Bukti Video yang Menangkap Peristiwa Pembantaian Santa Cruz, Mengubah Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Timor Leste

Kembali pada soal Biro Properti Mahkota (CPB), pada tahun 2017, sembilan bulan usai Vajiralongkorn naik takhta, UU yang disahkan parlemen yang didominasi militer menempatkan aset CPB "di bawah kebijaksanaan Yang Mulia".

Suatu kebijakan yang menghentikan peraturan sebelumnya, di mana raja bisa membelanjakan pendapatan biro tersebut sesuka hati, tetapi menyerahkan keputusan pembelian dan penjualan kepada dewan direksi.

Raja Vajiralongkorn bahkan menyingkirkan menteri keuangan dan direktur jenderal biro yang sudah lama berdiri dari dewan dan melantik sekretaris pribadinya, seorang pria berusia 69 tahun tanpa latar belakang keuangan atau ekonomi, sebagai ketua dan beberapa loyalis lainnya sebagai anggota.

“Asumsinya pasti bahwa raja sekarang adalah pembuat keputusan utama,” kata Tom Felix Joehnk, seorang penulis dan ekonom yang berbasis di Bangkok.

Meski kini dikenakan pajak, Vajiralongkorn telah mempertahankan kepemilikan saham perusahaan dan secara umum melanjutkan pendekatan konservatifnya terhadap aset tanah.

Aset tersebut mencakup beberapa lingkungan yang paling dicari di Bangkok, di sepanjang Sungai Chao Phraya serta di distrik komersial Silom dan Sukhumvit.

Namun, menurut jurnal yang ditulis Porphant, sebanyak 93 persen dari tanah yang tidak "menghasilkan" disewakan dengan harga “jauh lebih rendah dari harga pasar” kepada masyarakat kumuh, lembaga negara, sekolah, yayasan, dan lainnya yang memiliki hubungan khusus dengan kerajaan.

Bahkan, termasuk kedutaan Pemerintah AS yang selama beberapa dekade menyewa sebuah rumah megah tertutup berwarna biru yang dikelilingi oleh rerumputan hijau hanya seharga "beberapa ratus dollar", menurut Joehnk.

Dengan semua aset dan kebijakan otoriter itu, tak heran rakyat Thailand ingin menuntut reformasi dalam monarki dan meminta transparansi keuangan Raja Maha Vajiralongkorn.

Artikel ini pernah tayang di Kompas.com dengan judulRaja Terkaya di Dunia, Maha Vajiralongkorn, dari Mana Sumber Kekayaannya?

Artikel Terkait