Penulis
Intisari-online.com -Pada masa lalu, Asia Tengah adalah tempat bersejarah yaitu sebagai bagian utama Jalur Sutra.
Asia Tengah, wilayah Asia yang memanjang dari Laut Kaspia di barat dan ke China dan Mongolia di timur, serta diapit Afghanistan, Iran dan Rusia, adalah tempat panas pada masanya.
Kini, wilayah tersebut terdiri dari negara-negara pecahan Soviet, yaitu Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan dan Turkmenistan.
Dulunya, banyak warga di Asia Tengah hidup secara nomaden, dan karena menjadi Jalur Sutra, tempat itu menjadi perlintasan perpindahan orang-orang, barang-barang, serta ide-ide politik antara Eropa, Asia Barat, Asia Selatan dan Asia Timur.
Sebelum ekspansi oleh warga Turki, Asia Tengah didominasi oleh warga Iran.
Keadaan berubah saat Ottoman menguasai dunia, dan Asia Tengah menjadi rumah bagi warga berbahasa Kazakhs, Uzbeks, Tatars, Turkmens, Kyrgyz dan Uyghurs.
Selanjutnya pada pertengahan abad 19 sampai akhir abad 20, sebagian besar wilayah menjadi bagian dari Kerajaan Rusia, yang kemudian dikenal menjadi Uni Soviet.
Mengutip The Diplomat, lembaga independen dan diskusi terbuka telah mengakar di Eropa Tengah sampai Eurasia, seperti disampaikan Nate Schenkkan, direktur proyek Nations in Transit.
Namun lembaga independen justru ditolak di negara Asia Tengah, dan mereka justru terapkan illiberalisme, yang menolak gagasan ketidaksepakatan yang sah di ruang publik.
Kyrgyzstan dianggap sebagai satu-satunya negara yang masih demokratis di Asia Tengah, setidaknya menurut pandangan negara lain.
Mengutip CNN, meskipun demokrasi yang terlaksana tidak sepenuhnya memenuhi standar demokrasi negara-negara Barat, tapi campur tangan masyarakat sipil dan media independen yang aktif tunjukkan giatnya demokrasi terbangun di negara tersebut.
Selama 10 tahun terakhir, Kyrgyzstan telah meningkatkan prosedur pemungutan suara dan daya saing pemilihan nasional serta lokal.
Hal ini tidak diikuti negara sekitarnya, karena negara lainnya hanya demokrasi simbolis dan terapkan otoritarian, dengan tidak ada persaingan politik yang nyata di antara mereka.
Ada alasan mengapa Kyrgyzstan meningkatkan pemilihan nasional mereka dalam 10 tahun terakhir.
Negara tersebut sejatinya rentan terhadap krisis politik.
Mengutip BBC, ada kejadian yang baru-baru ini terjadi sebutkan jika mantan pemimpin Kyrgyzstan Almazbek Atambayev ditangkap kembali setelah mencoba menopang kekuasaannya.
Ia ditahan dalam serangan pada hari Sabtu, sedangkan hari Minggu lalu, ia dibebaskan oleh para pendukung beberapa hari sebelumnya dalam protes terhadap pemilihan parlemen.
Pada hari Sabtu parlemen Kyrgyzstan menunjuk politisi nasionalis Sadyr Zhaparov sebagai perdana menteri baru, setelah pendahulunya mengundurkan diri, membuka kekosongan kekuasaan.
Zhaparov juga termasuk di antara beberapa politisi terkemuka yang dibebaskan minggu ini selama protes.
Dia telah menjalani hukuman penjara atas tuduhan menyandera pejabat pemerintah pada tahun 2013.
Kerusuhan dimulai setelah demonstran turun ke jalan di ibu kota Bishkek dan menyerbu gedung-gedung pemerintah pada Selasa, menuntut pemungutan suara baru dan pengunduran diri Presiden pro-Rusia Sooronbay Jeenbekov.
Mereka mengatakan hasil pemilihan telah dicurangi - klaim pengawas internasional mengatakan "kredibel" dan menyebabkan "perhatian serius".
Presiden Jeenbekov mengatakan dia akan mengundurkan diri ketika pemerintahan baru dibentuk dan supremasi hukum dipulihkan.
Sementara itu, presiden telah mengumumkan keadaan darurat, setelah demonstrasi pada hari Jumat berubah menjadi kekerasan dan bentrokan dengan polisi.
Perkelahian pecah di antara kelompok-kelompok yang mendukung politisi saingan yang berlomba-lomba menjadi perdana menteri baru negara itu.
Lebih dari 1.200 orang terluka dan satu orang tewas dalam bentrokan jalanan sejak protes meletus.
Polisi dilaporkan menggunakan meriam air, granat kejut, dan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa.
Sekarang, jam malam dan pembatasan militer yang ketat telah diberlakukan, termasuk kontrol terhadap siapa yang boleh keluar-masuk ibu kota.
Kyrgyzstan selama ini memiliki reputasi menyelenggarakan pemilu semi-bebas dan adil dibandingkan negara tetangganya, tapi pemberontakan pada tahun 2005 dan 2010 menyapu presiden sebelumnya dari kekuasaan.
Seminggu terakhir ada tuduhan campur tangan pemilu, sebabkan rakyat turun ke jalanan.
Presiden Sooronbai Jeenbekov mengumumkan bahwa dia siap untuk mengundurkan diri setelah pemerintahan sementara dibentuk.
Ketidakpuasan pemilih terakhir menyebabkan pengambilalihan gedung kantor utama Presiden dan pengunduran diri Kabinet menyebabkan kekosongan kepemimpinan yangberlomba-lomba diisioleh partai politik dan faksi saingan.
Kompetisi kepemimpinan bukanlah hal baru di Kyrgyzstan, negara berpenduduk 6 juta yang terjepit di antara Rusia dan China.
Ini adalah ketiga kalinya warga negara memaksa presiden mereka untuk mundur dari jabatannya di tengah tuduhan pelanggaran hak suara dan korupsi.
Banyak ahli sebutkan hanya negara Barat dan Amerika yang bisa mengawasi pelaksanaan demokrasi dengan baik di negara tersebut.
Lebih-lebih, ternyata Kyrgyzstan adalah sekutu penting koalisi pimpinan AS di Afghanistan.
Negara itu menjadi tuan rumah pangkalan militer utama AS dari 2001 sampai 2014.
Namun, negara itu selalu berada di bawah tekanan geopolitik karena hubungan ekonomi dan politik Kyrgyzstan yang erat dengan Rusia dan China.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini