Penulis
Intisari-Online.com - Di tengah pandemi virus corona (Covid-19), ratusan ribu mahasiswa dan para buruh melakukan aksi unjuk rasa di berbagai daerah di Indonesia.
Tentu saja aksi unjuk rasa itu mengkhawatirkan sejumlah pihak.
Bukan soal alasan mereka melakukan unjuk rasa, tetapi karena aksi kerumunan ituberpotensi memicu terjadinya penyebaran Covid-19 secara masif.
"Apa pun itu, baik demo, penggalangan massa, itu sangat berpotensi memicu terjadinya penyebaran yang masif dari Covid-19," kata Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman,kepada Kompas.com, Jumat (9/10/2020).
Terlebih, situasi pengendalian pandemi corona di Indonesia saat ini belum terkendali dengan baik.
"Karena kapasitas testing dan tracingnya yang rendah," ujar dia.
Masih rendahnya testing dan tracing terhadap Covid-19, menurutnya berimplikasi terhadap keberhasilan pada intervensi seperti isolasi, karantina, dan lainnya.
Terlihat dalam 2-3 minggu
Dicky menjelaskan, saat demo berlangsung, seluruh mekanisme penularan virus terjadi, seperti terjadi kerumunan, tidak ada jarak sosial, droplet, hingga fomite.
"Orang berdekatan, orang berteriak, kemudian juga saling menyentuh, ini banyak terjadi."
"Akhirnya disadari atau tidak (terjadi) penyebaran dari Covid-19," tutur Dicky.
Menurut dia, dampak lonjakan penyebaran virus corona dari aksi demontrasi tidak akan terlihat secara langsung dalam waktu dekat.
"Akan terlihat dampaknya ya nanti, 2-3 minggu ke depan. Bukan dalam beberapa hari ini," kata Dicky.
Hal ini pun akan memperburuk situasi pengendalian pandemi virus corona di Indonesia.
Secara terpisah, tenaga kesehatan juga mengkhawatirkan terjadinya lonjakan kasus infeksi masif yang akan terlihat dalam waktu 1-2 minggu mendatang.
"Dalam kondisi saat ini saja, para tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan sudah kelimpungan menangani jumlah pasien Covid-19 yang terus bertambah," ujar Ketua Tim Mitigasi PB IDI (Ikatan Dokter Indonesia), M. Adib Khumaidi, dalam keterangannya.
Gas air mata
Dicky menambahkan, gas air mata dan semprotan merica aparat akan membuat pendemo "menangis".
Hal ini menyebabkan hidung dan mulut akan mengeluarkan lendir dan memperburuk penyebaran virus.
Mengingat, virus corona dapat menyebar melalui droplet atau tetesan dari mulut atau hidung.
"Gas air mata dapat terkumpul pada masker, sehingga tidak tahan untuk dipakai," tuturnya.
10.000 kasus harian
Lebih lanjut, sangat diperlukan antisipasi dari sektor fasilitas kesehatan, mengingat potensi terjadinya lonjakan kasus dalam beberapa minggu mendatang.
"Betul. Sangat penting (fasilitas kesehatan berantisipasi)."
"Dan terutama aspek testing dan tracingnya," ujar Dicky.
Dicky mengungkapkan, potensi percepatan penyebaran saat ini dapat mencapai 2-3 kali lipat atau kasus harian dapat mencapai 10.000 kasus.
"Karena adanya sinergi faktor pemburuk seperti rangkaian Pilkada, pelonggaran, dan demo."
"Artinya kasus harian 10.000 sudah tidak akan aneh," lanjutnya.
Ia menambahkan, saat ini pun seharusnya kasus harian telah mencapai 10.000 kasus, namun tidak terlihat lantaran testing dan tracing yang rendah.
"Sekarang pun harusnya sudah 10.000, tapi karena testing dan tracing rendah jadi enggak keliatan. 2-3 minggu lagi melonjak," ujar Dicky.
(Mela Arnani)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Epidemiolog Prediksi Kasus Covid-19 Melonjak dalam 2 Minggu ke Depan, Bisa Capai 10.000 Per Hari")