Dicap Sebagai Bekas Penjajah, Timor Leste Ternyata Pernah Minta Bantuan Penting Ini ke Indonesia, Militer Indonesia dan Dokter Khusus sampai Dikirim ke Timor Leste

Khaerunisa

Penulis

Melalui invasi Timor Leste tahun 1975, Indonesia sempat menduduki wilayah tersebut hingga tahun 1999

Intisari-Online.com - Melalui invasi Timor Leste tahun 1975, Indonesia sempat menduduki wilayah tersebut hingga tahun 1999.

Itu terjadi setelah Portugis meninggalkan Timor Leste, sementara Timor Leste sempat mendeklarasikan kemerdekaannya yang hanya seumur jagung.

Hanya merasakan kemerdekaan seumur jagung, Timor Leste lalu menjadi bagian dari wilayah Indonesia sebagai provinsi ke-27 selama 24 tahun.

Selama periode 1975 hingga 1999, banyak terjadi pertumpahan darah di Timor Leste, peperangan terjadi antara tentara Indonesia dan orang-orang Timor Leste yang menginginkan kemerdekaan.

Baca Juga: Kisah Pertempuran di Timor Letse Ini Salah Satu Bukti, Doktrin Kopassus, Pasukan Tempur yang Harus Memenangkan Pertempuran Meski Hanya Bersenjata Sebilah Pisau

Perlawanan rakyat Timor Leste mencapai puncaknya di tahun 1999, dengan diberikannya kesempatan untuk dilakukan referendum.

Referendum Timor Leste itu akhirnya menunjukkan hasil bahwa mayoritas rakyat Timor Leste menginginkan kemerdekaan dan menjadi negara sendiri.

Sejarah itu menjadikan Indonesia dicap sebagai bekas penjajah Timor Leste.

Namun rupanya, setelah lepas dari Indonesia dan menjadi negara sendiri, Timor Leste pernah meminta bantuan penting kepada Indonesia.

Baca Juga: Jangan Lupakan Vitamin D untuk Bentengi Tubuh dari Infeksi Parah Covid-19, Begini Menurut Para Peneliti!

Melansir Military-Medicine.com, pada 9 Juli 2015, Kementerian Pertahanan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) menulis surat undangan kepada Tim Medis Rumah Sakit Angkatan Darat Pusat Gatot Soebroto, Jakarta.

Surat itu bertujuan untuk meminta pertolongan medis di Timor Leste.

Surat tersebut kemudian ditanggapi oleh Menteri Pertahanan Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu untuk membangun satuan tugas medis yang terdiri dari TNI Angkatan Laut, TNI AL, TNI AU, Ahli Bedah Jenderal Mabes TNI dan Mindef.

Disusun rencana, bahwa misi tersebut akan dijalankan dengan KRI dr Soeharso 990, sebuah kapal perang rumah sakit level III dari Armur Indonesia.

Baca Juga: Susah Payah Merdeka dari Indonesia, Nyatanya Timor Leste Pernah Porak-poranda Hanya Karena Satu Orang, Berani Tembak Presidennya sampai 150 Militer Australia Kewalahan Menangkapnya

Satgas kemudian membuat kerangka acuan sebagai pedoman misi, Surat Perintah Tim Satgas dari ketiga Satgas, melakukan rapat internal dan koordinasi dengan perwakilan RDTL di Jakarta.

Tim advance dikirim ke Dili untuk melihat apa RDTL benar-benar perlu dibantu, spektrum penyakit dan juga menilai sumber daya medis dan infrastruktur kesehatan yang bisa digunakan.

Sedangkan kapal perang rumah sakit disiapkan di Pangkalan Angkatan Laut Utama di Surabaya, Jawa Timur.

Pelayanan medis akan dilakukan di darat dan di kapal untuk kasus tertentu.

Baca Juga: Main Cantik Hingga Nyaris Tak Terendus, Inggris Ternyata Punya Peran dalam Penghancuran Timor Leste, Bahkan Australia Juga Disebut-sebut Tak Ada Bedanya dengan Penjajah Meski Bertingkah Sok Pahlawan

Dua batalyon medis dari Angkatan Darat dan Marinir juga saat itu direncanakanberada di kapal dan akan melakukan layanan medis darat.

Pelayanan kesehatan utama adalah pelayanan kesehatan umum dan spesialis, termasuk pelayanan gigi.

Para pasien berasal dari veteran RDTL, polisi dan militer aktif bertugas dan rakyat Timor Leste.

Saat itu, diharapkan ada sekitar 2000 pasien dari 30 Januari hingga 1 Februari 2016 di Dili.

Baca Juga: Jangan Lupakan Vitamin D untuk Bentengi Tubuh dari Infeksi Parah Covid-19, Begini Menurut Para Peneliti!

Sebagai kepala rumah sakit adalah Komandan A. Pudji Widodo MD dari Dinas Medis Armada Timur.

Perjalanan tersebut merupakan misi luar negeri pertama yang dilakukan oleh kapal tersebut bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan.

Untuk misi tersebut KRI SHS-990 membawa satu helikopter Bell 412 EP yang dibangun oleh PTDI Bandung Jawa Barat pada tahun 2012 milik 400 Skuadron Air Wing 1, Pusat Penerbangan Angkatan Laut untuk evakuasi udara.

Satgas terdiri dari 426 personel, yang terdiri dari 156 awak kapal dan 51 dokter spesialis dan dokter gigi berkumpul di Surabaya pada 24 Januari 2016. Tim ini dipimpin oleh Dirjen Penguatan Pertahanan, Laksamana Muda Agus Purwoto.

Setelah empat hari perjalanan tak terlupakan dari Surabaya, kapal tiba di pelabuhan Dili pada 29 Januari 2016.

Baca Juga: Main Cantik Hingga Nyaris Tak Terendus, Inggris Ternyata Punya Peran dalam Penghancuran Timor Leste, Bahkan Australia Juga Disebut-sebut Tak Ada Bedanya dengan Penjajah Meski Bertingkah Sok Pahlawan

Kapal disambut hangat oleh Duta Besar RI di Dili, Primanto Hendrasmoro, dan dari Menteri Pertahanan RDTL, Cirilo Cristovao, Menlu dan Kerjasama, Hernani Coelho dan Menteri Kesehatan Maria do Ceu Pina serta warga Dili.

Menteri Pertahanan RDTL Mr Cirilo Cristovao menyatakan bahwa misi ini merupakan perwujudan hubungan baik antara kedua pemerintah.

Pelayanan kesehatan kemudian dibuka secara resmi oleh Panglima Forza Defeza, Mayjen Lere Anan Timor.

Para pejabat tinggi kemudian mengunjungi fasilitas kapal yang akan digunakan dalam misi tersebut.

Baca Juga: Kisah Seorang Dokter Muda yang Meninggal Akibat Pendarahan Otak Karena Berbulan-bulan Tidak Ganti Masker

Pada hari pertama 765 veteran dan personel jaga aktif dirawat termasuk beberapa VIP diperiksa secara medis, dan 13 operasi.

Pada hari kedua terdapat 1955 pasien dengan 113 operasi yang dilakukan.

Pada hari ketiga sebagai hari terakhir terdapat 706 pasien dan 70 operasi.

Totalnya 3426 pasien dan 196 operasi. Angka tersebut melebihi ekspektasi yang mencapai 2000 pasien. Yang mengejutkan, sebagian besar dari operasi kecil tersebut adalah 123 pasien sunat.

Baca Juga: Bukan Selalu 'Married by Accident', Begini Penjelasan Dokter Bila Usia Kehamilan Jauh Lebih Tua Dibanding Usia Pernikahan, Jangan Langsung Suudzon!

Xanana Gusmao, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perencanaan dan Investasi Strategis negara, mengunjungi kapal dua kali dan berharap kegiatan seperti itu dapat diperluas di masa depan.

Ia mengucapkan terima kasih banyak, obrigado barak, dalam bahasa Tetun, atas bantuan pengobatan yang dilakukan Indonesia saat ia mengundang seluruh petugas untuk makan malam di Timor Plaza.

Xanana Gusmao mengatakan bahwa misi ini akan meningkatkan hubungan antara pemerintah Indonesia dan Timor-Leste.

Ke depan, ia berharap kegiatan ini bisa diselenggarakan di beberapa wilayah lain di Timor-Leste.

Baca Juga: Ingat, Kalau Beli Bakso di Pedagang Jangan Pernah Gunakan 2 Bumbu Tambahan Ini, Efeknya Jangka Panjang Buruk untuk Kesehatan

Selain untuk memenuhi misi peningkatan kerjasama bilateral, bagi Indonesia sendiri bantuan medis tersebut juga memberikan manfaat.

Mengingat untuk meningkatkan kemampuan tenaga baik formal maupun informal diperlukan pelatihan dan pengalaman lapangan, baik nasional maupun internasional.

Pengalaman tersebut dapat dicapai melalui misi sipil seperti perawatan korban massal atau pekerjaan sosial.

TNI memiliki banyak kegiatan OOTW di dalam dan luar negeri yang dibutuhkan karena adanya perang, konflik atau bencana alam.

Bantuan medis untuk RDTL tersebut adalah salah satu dari sekian macam program yang digagas.

Baca Juga: Miliki Utang Sebesar Rp157 Triliun, Maskapai Penerbangan Asal Thailand Ini Bangkrut dan Banting Setir Jadi Jualan Gorengan, Segini Omzetnya Selama Sebulan

(*)

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait