Penulis
Intisari-Online.com - Impian Timor Leste untuk membangun industri minyak dan gasnya melalui megaproyek Tasi Mane membuat hubungannya dengan China kian mesra.
China disebut menjadi satu-satunya harapan Timor Leste untuk menyelesaikan megaproyek tersebut melalui sokongan dananya.
Kabarnya Bank Exim China menawarkan pinjaman $ 16 miliar untuk membiayai megaproyek tersebut, meski hal ini sempat disangkat Timor Leste.
Keberhasilan proyek itu sendiri digambarkan akan menyelamatkan kelangsungan hidup Timor Leste dan mengeluarkannya dari jurang kemiskinan.
Baca Juga: Timor Leste, Sudah Merdeka tapi Masih Selalu Berada di Kaki Indonesia karena Hal Ini
Proyek itu telah diperjuangkan oleh Timor Leste, namun menghadapi hambatan termasuk pandemi Covid-19 saat ini.
Sementara itu, kemesraan Timor Leste dengan China dapat memperumit hubungannya dengan Australia.
Hal itu disebut dapat menjadi tantangan bagi hubungan Australia dengan Timor Leste.
Namun rupanya bukan itu saja, hubungan Australia dengan Timor Leste juga masih terancam oleh hal ini.
Baca Juga: Temui Kapal Selam Kelas Fateh Iran, Seberapa Canggih dan Mematikan?
Melansir The Conversation (28/8/2019), Terlepas dari peningkatan besar dalam hubungan bilateral antara kedua negara, ada beberapa poin perdebatan yang tersisa.
Itu berasal dari masalah lama yang berkaitan dengan sengketa wilayah perbatasan laut Timor Leste dan Australia tempat ladang minyak berada.
Seperti diketahui, sebuah skandal mata-mata Australia sempat menggemparkan dunia internasional beberapa tahun silam. Timor Leste sempat membawa masalah ini ke pengadilan internasional.
Meski akhirnya Timor Leste mencabut kasus tersebut, penuntutan oleh Australia terhadap Saksi K dan pengacaranya Bernard Collaery dalam kasus whistleblower spionase masih berlanjut.
Hal itu dikecam oleh Jose Ramos Horta dan mantan pemimpin Timor-Leste lainnya, Xanana Gusmão.
Gusmao sempat mengindikasikan bahwa dia akan muncul sebagai saksi untuk memberikan bukti atas nama keduanya, meningkatkan potensi mempermalukan Australia lebih lanjut.
Sementara beberapa aktivis politik di Australia dan Timor-Leste juga sempat menyerukan agar Canberra membayar kembali pendapatan minyak dan gas yang telah diterimanya dari JPDA sejak perjanjian perbatasan ditandatangani pada 2018, dan saat itu menuduh Australia menunda ratifikasi.
Bagaimanapun, LSM Timor menunjuk pada pertanyaan yang jauh lebih besar tentang pendapatan hingga US $ 5 miliar yang telah diterima Australia sejak tahun 2002, ketika perjanjian bagi hasil dimulai.
Tapi tampaknya tidak ada keinginan di kedua negara untuk mempertimbangkan pembayaran royalti historis.
Terkait penuntutan Saksi K dan pengacaranya Bernard Collaery, beberapa waktu lalu Horta kembali buka suara.
Ia mendesak Australia untuk menunjukkan kebijaksanaan kejujuran dan belas kasih dengan menghentikan penuntutan yang tidak adil terhadap Saksi K dan Bernard Collaery, dikutip dari The Guardian (2/9/2020).
Ramos-Horta menggambarkannya sebagai sebuah kasus yang 'politik' dan yang telah 'sangat mengejutkan' rakyat Timor.
Ramos-Horta, yang merupakan pemenang hadiah Nobel perdamaian ini mengatakan kedua orang tersebut harus diizinkan untuk menjalani sisa hidup mereka secara normal.
Juga bahwa Australia dan Timor-Leste harus meletakkan skandal penyadapan tersebut sebagai sebuah 'awan gelap' pada hubungan bilateral yang sebaliknya positif di luar kasus tersebut.
“Kita harus melupakan semua ini [kita] dan tolong tunjukkan kebijaksanaan, tunjukkan kejujuran, kasih sayang, jika Anda mau, untuk membiarkan Saksi K menjalani hidupnya sebagai seorang patriot Australia yang terhormat,” Ramos-Horta mengatakan pada sebuah acara yang diselenggarakan oleh Australia Lembaga.
“Berhenti mengganggu Bernard Collaery. Biarkan dia kembali ke praktik hukumnya dan memiliki kehidupan normal serta menghormati mereka," sambungnya.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari